Rabu, 12 Desember 2007

Abu Ayyub Al-Anshori

Di makamkan di bawah batu konstantinopel

Sahabat Nabi yang mulia ini bernama Khalid bin Zaid bin Kulaib, dari Bani Najjar. Julukannya adalah Abu Ayyub Al-Anshari.


Allah mengharumkan namanya di timur dan di barat dan mengangkat derajatnya diatas makhluk-makhluk Nya yang lain ketika Dia memilih rumah Abu Ayyub sebagai tempat menginap sementara bagi Nabi yang mulia Nabi Muhammad yang baru hijrah ke Madinah. Rasulullah tiba di Madinah tepat pada malam hari tanggal 12 Rabi’ul Awwal (menurut al-mas’udi).

Ketika Nabi tiba di Madinah dengan “dielu-elukan” oleh seluruh penduduk. Semua mata memandanginya dengan penuh kerinduan seolah memandang sang kekasih hati. mereka semua membuka pintu-pintu rumah, berharap Nabi yang mulia itu sudi menginap di tempat mereka.
Kemudian Beliau menunggangi ontanya keluar. Para pemimpin kota Yatsrib berusaha agar beliau mau berhenti, masing-masing ingin mendapat kehormatan dijadikan tempat menginap oleh Nabi. Mereka menghalang-halangi jalannya onta dan memohon “Tinggallah dirumah saya beserta seluruh perlengkapan Anda, wahai Rasulullah. Kami akan menjamin keamanan Anda”.
Rasulullah berkata “Biarkanlah onta ini berjalan sekehendaknya karena dia diperintah oleh Allah”.

Onta tersebut terus berjalan diikuti tatapan para penyambut. Bila dia melewati satu rumah, maka pemiliknya merasa pupus harapan untuk bisa menjadi tuan rumah bagi Rasulullah. Sebaliknya, pemilik-pemilik rumah berikutnya menanti dengan harap-harap cemas akankah rumah mereka dipilih oleh Nabi?.

Namun onta tersebut terus berjalan, dan pada akhrirnya sampailah ia disebuah tanah kosong tempat pengeringan kurma milik dua anak yatim dari Bani Najjar didepan rumah Abu Ayyub Al-Anshari, di situlah ia berhenti dan duduk. Tapi Rasulullah tidak segera turun, tak lama kemudian si onta bangkit dan berjalan kembali, Rasulullah melepaskan tali kendalinya. Belum jauh berjalan, dia berbalik dan duduk ditempat semula. Kemudian Rasulullah bersabda “Disinilah tempatnya, insya Allah”.

Tak terkirakan kebahagiaan Abu Ayyub. Dia segera mendekati Rasulullah dan menurunkan barang-barang bawaan Beliau.

Rasulullah ternyata tinggal di sebuah desa yang berjarak dua mil dari Madinah yaitu desa Quba’. Di sini beliau membangun sebuah masjid Quba’ yang disebuat Allah sebagai “Masjid yang di dirikan atas dasar taqwa sejak hari pertama”.

Rumah Abu Ayyub terdiri dari dua lantai. Dia bermaksud mengosongkan barang-barangnya di lantai atas agar bisa di tempati oleh Rasulullah. Namun Rasulullah memilih tinggal di lantai bawah sehingga Abu Ayyub menuruti saja kehendak beliau.

Abu bakar bin Abi Syaibah, Ibnu Ishaq dan Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan dari beberapa sanad dengan lafadz yang hampir bersamaan, bahwa Abu Ayyub berkata: ketika Rasulullah tinggal di rumahku, Beliau menempati bagian bawah rumahku, sementara aku dan Ummu Ayyub di bagian atas. Kemudian aku katakan kepadanya, “Wahai Nabi Allah, aku tidak suka dan merasa berat engkau berada di bawahku. Naiklah engkau keatas dan biarlah kami turun ke bawah”. Tetapi Nabi menjawab, “Wahai Abu Ayyub, biarkan kami tinggal di bagian bawah, agar orang yang bersama kami dan orang yang ingin berkunjung kepada kami tidak perlu bersusah payah”.

Ketika malam, Rasulullah beranjak keperaduannya, sementara Abu Ayyub dan istrinya naik ke lantai atas. Setelah menutup pintu, berkatalah Abu Ayyub “Istriku apa yang kita lakukan ini? Rasulullah berada di bawah dan kita di atasnya? Patutkah hal seperti ini? Kita berada diantara Nabi dan wahyu yang akan turun kepada beliau.

Semalaman kedua suami istri ini gelisah dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Mereka menyingkir dari tengah-tengah ruangan yang diperkirakan Rasulullah tidur di bawahnya. Bila hendak pergi ke sisi ruangan yang lain, mereka berjalan menempel dinding karena tak ingin berjalan di atas Rasulullah.

Pagi harinya Abu Ayyub berterus terang kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, demi Allah semalam suntuk saya tidak dapat memejamkan mata, demikian pula dengan Ummu Ayyub”. Nabi bertanya “Apakah sebabnya wahai Abu Ayyub?”.

“Saya teringat betapa saya berada diatas sedangkan Anda dibawah. Bila saya bergerak, maka debu-debu akan rontok dari atas dan menggangu anda. Di samping itu saya berada diantara wahyu dan anda”. Rasulullah menenangkan “Tenanglah wahai Abu Ayyub, sesungguhnya aku merasa lebih enak berada di bawah, karena nantinya akan banyak tamu berdatangan”.

Selanjutnya Abu Ayyub menceritakan: Demikianlah Rasulullah tinggal di bagian bawah sementara kami tinggal di bagian atas. Pada suatu malam yang dingin, kendi tempat air minum Abu Ayyub pecah dan airnya membasahi lantai maka segeralah ia dan ummu ayyub membersihkan air itu dengan selimut satu-satunya itu, agar air itu tidak menggangu beliau.
Keesokan harinya aku turun kepadanya seraya berkata “Demi ayah bundaku, wahai Rasulullah, benar-benar saya tidak bisa tinggal di atas anda”. Ku ceritakan soal kendi yang pecah itu. Beliau akhirnya menerima alasanku dan bersedia pindah keatas.

Pada kesempatan yang lain Abu Ayyub menceritakan: Kami biasa membuatkan makan malam untuk Nabi. Setelah siap makanan itu, kami kirimkan kepada beliau. Jika sisa makanan itu di kembalikan kepada kami, maka aku dan ummu ayyub berebut bekas tangan beliau dan kami makan bersama sisa makanan itu untuk mendapatkan berkat (tabarruk) beliau.

Pada suatu malam kami mengantarkan makan malam yang kami campuri dengan bawang merah dan bawang putih kepada beliau, tetapi ketika makanan itu di kembalikan oleh Rasulullah kepada kami, aku tidak melihat adanya bekas tangan yang menyentuhnya. Kemudian dengan rasa cemas aku datang menanyakan, “Wahai Rasulullah, engkau kembalikan makan malammu, tetapi aku tidak melihat adanya bekas tanganmu. Padahal setiap kali engkau mengembalikan sisa makananmu, aku dan ummu ayyub selalu berebut pada bekas tanganmu karena ingin mendapat berkat”. Nabi menjawab “Aku temui makanan itu bau bawang, padahal aku senantiasa bermunajat (kepada Allah). Tetapi untuk kalian makan sajalah”. Abu Ayyub berkata : Lalu kami memakannya. Setelah itu kami tidak pernah lagi menaruh bawang pada makanan beliau.

Nabi tinggal di rumah Abu Ayyub selama sekitar tujuh bulan, yaitu sampai masjid di atas tanah yang diduduki onta beliau selesai dibangun. Selanjutnya Beliau dan para istrinya tinggal di bilik-bilik di sebelah masjid. Beliau menjadi tetangga Abu Ayyub, tetangga yang menyebabkannya memperoleh kemuliaan dan keutamaan.

Abu Ayyub mencintai Rasulullah dengan cinta yang menyita segenap akal dan hatinya. Rasulullah mencintai Abu Ayyub dengan cinta yang menghapuskan dinding pemisah antara Abu Ayyub dan dirinya karena Rasulullah menganggap rumah Abu Ayyub seperti rumahnya sendiri.

Berkisah Ibnu Abbas:
Pada suatu siang yang terik, Abu Bakar keluar dari rumahnya menuju ke masjid. Umar melihat lalu menyapanya, “Wahai Abu Bakar, apa yang menyebabkan anda keluar rumah pada siang seterik ini?”. Jawab Abu Bakar, “Aku tidak akan keluar rumah kalau tidak di dorong oleh rasa lapar yang menggigit”. Umar menimpali. “Aku pun demi Allah tidak keluar kecuali karena sebab yang sama”.

Saat mereka berdua bercakap-cakap. Rasulullah datang seraya bertanya. “Apa yang menyebabkan kalian keluar rumah pada saat sepanas ini?”. Keduanya menjawab “Demi Allah, perut yang perih karena laparlah yang memaksa kami keluar”. Kata Nabi. “Demi jiwaku di tangan Nya, tidak ada pula yang mengeluarkan diriku dari rumah kecuali itu juga. Mari ikutlah aku”.

Mereka bertiga berjalan sampai di depan pintu rumah Abu Ayyub. Setiap hari memang Abu Ayyub biasa menyediakan makanan untuk Rasulullah. Bila pada waktu-waktu makan beliau tidak juga datang, baru Abu Ayyub memperbolehkan keluarganya memakannya.
Ummu Ayyub membuka pintu lalu mengucapkan salam. ‘Selamat datang wahai Nabi dan saudara-saudara”. Rasulullah bertanya, “Dimana Abu Ayyub?”. Saat itu Abu Ayyub sedang mengurus pohon kurmanya di samping rumah. Mendengar suara Nabi, dia segera menyongsong. “Selamat datang, Wahai Rasulullah dan saudara-saudara”. Lanjutnya, “Wahai Nabiyullah, bukan kebiasaan Anda datang pada waktu-waktu separti ini”. Nabi membenarkan. “Engkau benar”.
Abu Ayyub kemudian memotong setandan kurma yang berisi tamar, rutab, dan busr (rutab adalah kurma yang sudah masak, sedangkan busr adalah yang masih separuh masak). Rasulullah berkata, “Janganlah engkau memotong tandan yang begini. Sebaiknya ambillah tandan yang sudah sempurna”. Kata Abu Ayyub, “Wahai Rasulullah, saya ingin Anda makan tamar-nya, rutab-nya, dan busr-nya juga. Saya pun akan menyembelih kambing untuk Anda”. Pesan Rasulullah, “Janganlah engkau menyembelih kambing yang sudah mengeluarkan susu”. Abu Ayyub memilih seekor anak kambing yang berumur setahun. Setelah menyembelihnya, ia berkata kepada istrinya. “Buatlah adonan untuk roti, engkau lebih mengerti cara membuat roti. Untuk kambingnya, masaklah yang separuh dan bakarlah yang separuh lainnya”. Setelah masak, roti, kuah, dan kambing segera dihidangkan. Rasulullah mengambil sepotong daging dan menaruhnya di dalam roti seraya berkata, “Wahai Abu Ayyub, tolong antar roti dan daging ini ke rumah Fathimah. Dia juga sudah beberapa har ini tidak makan sesuatu”.

Setelah mereka semua kenyang, Nabi berkata. “Roti, daging, tamar, rutab, dan busr”. Kedua mata beliau berlinangan ketika melanjutkan, “Demi jiwaku di tanganNya, inilah yang disebut nikmat, yang akan kalian pertanggungjawabkan kelak pada hari kiamat. Bila kalian menghadapi hidangan seperti ini dan akan menyantapnya, bacalah basmalah dan bila sudah kenyang ucapkan Al-Hamdulillahilladzi huwa asba’anaa wa an’ama ‘alaina fa afdhala (Segala puji bagi Allah yang memberi kami makan sampai kenyang dan memberi karunia yang sebaik-baiknya)”.

Rasulullah lalu bangkit dan berpesan kapada Abu Ayyub. “Besok datanglah ke tempatku”. Sudah menjadi tabiat luhur Rasulullah bahwa tak seorang pun berbuat baik kepada beliau kecuali segera di balas dengan kebaikan yang lain. Abu Ayyub segera berkata “Saya akan datang besok ya Rasulullah”.

Keesokan harinya pergilah Abu Ayyub ke tempat Rasulullah. Beliau ternyata menghadiahinya seorang pembantu rumah tangga, seraya berpesan “Perlakukanlah anak ini dengan baik di rumahmu Abu Ayyub. Kami tidak pernah mendapati pada dirinya selain sesuatu yang baik selama di rumah ini”.

Abu Ayyub pulang bersama anak belia itu. Ummu Ayyub keheranan melihatnya, maka ia bertanya. “Untuk siapa anak ini, Abu Ayyub?”. Jawab Abu Ayyub “Untuk kita. Hadiah dari Rasulullah”. “Sebuah hadiah yang paling berharga”, komentar Ummu Ayyub. Abu Ayyub melanjutkan. “Beliau berpesan agar kita memperlakukan anak ini dengan sebaik-baiknya”.
Ummu Ayyub berpikir-pikir, “Kebaikan apa yang bisa kita lakukan terhadapnya untuk melaksanakan pesan Rasulullah itu”. Kedua suami istri itu terdiam untuk beberapa saat sampai akhirnya Abu Ayyub berkata, “Demi Allah aku tak mungkin melaksanakan pesan itu lebih baik dari memerdekakan anak ini”. “Engkau telah mendapatkan petunjuk kebenaran! Engkau mendapatkan taufik!”. Ummu Ayyub kegirangan. Anak kecil itu pun dimerdekakan oleh mereka.

Rangkaian kisah di atas adalah mengenai kehidupan Abu Ayyub dalam suasana damai. Bila anda sempat mengetahui sebagian hidupnya dalam peperangan, niscaya anda akan menjumpai hal-hal yang menakjubkan.

Sepanjang hidupnya Abu Ayyub adalah seorang mujahid yang aktif. Perang terakhir yang diikutinya adalah penaklukkan konstantinopel. Muawiyah saat itu mengirimkan pasukan yang di pimpin oleh putranya sendiri, Yazid.

Pada masa itu Abu Ayyub adalah seorang lanjut usia yang berumur 80-an, sehingga Abu Ayyub tidak dapat lama bertempur. Dia menderita sakit yang mengharuskannya istirahat. Yazid sebagai panglima menjenguk dan bertanya, “Adakah Anda memerlikan sesuatu, Abu Ayyub?”. Dia menjawab, “Sampaikanlah salamku kepada seluruh kaum muslimin….”.

Abu Ayyub juga berpesan agar pasukan terus maju ke daerah musuh dan membawanya bersama mereka. Bila nanti dia wafat di medan perang, hendaknya jenazahnya dibawa dan dimakamkan di bawah dinding konstantinopel.

Tak lama setelah itu, Abu Ayyub pun wafat. Pasukan muslimin melaksanakan amanat sahabat Rasulullah ini. Mereka terus bertempur dengan gagah berani. Ketika mencapai dinding batu konstantinopel mereka memakamkan jenazah Abu Ayyub dibawahnya.

4 komentar:

Anonim mengatakan...

assalamualaikum...
izin repost ya,
jzklh

Ulfi Indriani mengatakan...

Syukran jiddan yah postingannya...
Ana copas buat tugas. :D
Jazaakallaah kher..
Wassalaamu'alaikum warahmatullaah wabarakaatuh...

Anonim mengatakan...

Aslkm,
Afwan..ana izin mencopy artikelnya..
jazakillah,

dneeayu mengatakan...

Assalamualaikum
izin copas ya
jazakallah