Rabu, 12 Desember 2007

Ibnu Jama'ah

Biografi & Konsep Pendidikan

A. Riwayat Hidup Ibnu Jama’ah.
Nama lengkapnya adalah Badruddin Muhammad bin Ibrahim bin Sa’ad Allah bin Jama’ah bin Hazim bin Shakhr bin Abdullah Al-Kinay. Lahir di Hamwa, Mesir, pada tanggal 04 Rabi’ul Akhir 639 H/1241 M malam sabtu, dan wafat pada pertengahan malam akhir hari senin tanggal 21 Jumadil Ula 733 H/1333 M. dan dimakamkan di Qirafah, Mesir. Usianya 64 tahun, 1 bulan, 1 hari.


Pendidikan awalnya didapat dari ayahnya sendiri yaitu Ibrahim bin Sa’ad Allah bin Jama’ah, seorang ulama besar ahli fiqh dan sufi. Selain berguru kepada ayahnya, Ibnu Jama;ah juga berguru kepada sejumlah ulama besar. Ketika di Hammah ia berguru kepada Syaikh Asy-Syuyukh bin Izzun, dan ketika di Damaskus ia berguru kepada Abi Al-Yasr, Ibnu ‘Ilaq Ad-Dimasyqi, dll, ketika di Kairo ia berguru kepada Taqiyuddin bin Razim, Jamaluddin bin Malik, Rasyid Al-Athar, dan lain-lain.

Berkat didikan dan pengembaraan dalam menuntut ilmu tersebut, Ibnu Jama;ah kemudian menjadi seorang yang ahli hukum, pendidikan, juru da’wah, penyair, ahli tafsir, ahli hadits, dan lain-lain. Akan tetapi beliau lebih dikenal sebagai orang yang ahli hukum, yakni sebagai hakim.

Pada masa Ibnu Jama’ah, kondisi struktur sosial keagamaan sedang memasuki masa-masa penurunan. Baghdad sebagai simbol peradaban Islam sudah hancur yang kemudian berakibat pada pelarangan terhadap kajian-kajian filsafat dan kalam, bahkan terhadap ilmu non-agama. Pelarangan ini didukung oleh sebagian ulama dan mendapat pengakuan dari penguasa. Dengan demikian Ibnu Jama’ah dibesarkan dalam tradisi sunni yang kontra dengan rasionalis serta kurang mendukung pengembangan ilmu pengetahuan non-agama.

Pada masa Ibnu Jama’ah muncul berbagai lembaga pendidikan, diantaranya adalah : (1) Kuttab, yaitu lembaga pendidikan dasar yang digunakan untuk memberikan kemampuan membaca dan menulis. (2) Pendidikan Istana, yaitu lembaga pendidikan yang dikhususkan untuk anak-anak pejabat dan keluarga istana. (3) Kedai atau Toko Kitab, yang fungsinya sebagai tempat untuk menjual kitab srta tempat berdiskusi antara para pelajar. (4) Rumah Para Ulama, yaitutempat yang sengaja disediakan oleh para Ulama untuk mendidik para siswa. (5) Rumah Sakit, selain dikembangkan untuk kepentingan medis, juga untuk mendidik tenaga-tenaga yang akan bertugas sebagai perawat. (6) Perpustakaan, selain berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan buku-buku, juga dipakai untuk diskusi dan penelitian, perpustakaan yang cukup besar adalah Daar Al-Hikmah. (7) Masjid, selain tempat untuk beribadah, juga digunakan untuk kegiatan pandidikan dan sosial. Selain itu juga berkembang madrasah-madrasah, madrasah yang pertama kali didirikan adalah Madrasah Nidzam Al-Muluk didirikan oleh Wazir Nidzamiyyah pada tahun 1064 M.

B. Karya Tulis Ibnu Jama’ah
Karya-karya Ibnu Jama’ah pada garis besarnya terbagi pada masalah pendidikan, astronomi, ulumul hadits, ulumut tafsir, ilmu fiqih, dan ushul fiqih. Kitab Tadzkirat as-Sami’ wa al-Mutakallim fi Adab al-Alim wa al-Muta’allim merupakan kitab yang berisi tentang konsep pendidikan, samantara itu kitab Usthurullah merupakan kitab yang membicarakan masalah astronomi, sedangkan kitab al-Munhil al-Rawiy fi ‘Ulum Hadits Nabawy merupakan ringkasan dari kitab ulumul hadits yang ditulis oleh Ibnu As-Sholah.

Selain kitab-kitab diatas masih banyak kitab-kitab yang beliau tulis, diantaranya adalah, Idlah ad-Dalil fi Qath’I Hujaj ahl-Ta’wil, at-Tibyan li Mubhimat Al-Qur’an, Tajnid al-Ajnad wa Jihat al-Jihad, dan lain-lain.

C. Konsep Pendidikan Ibnu Jama’ah
Konsep pendidikan yang dikemukakan Ibnu Jama’ah secara keseluruhan dituangkan dalam karyanya Tadzkirat as-Sami’ wa al-Mutakallim fi Adab al-Alim wa al-Muta’allim. Dalam buku tersebut beliau mengemukakan tentang keutamaan ilmu pengetahuan dan orang yang mencarinya. Keseluruhan konsep pendidikan Ibnu Jama’ah ini dapat dikamukakan sebagai berikut :

1. Konsep Guru / Ulama
Menurut Ibnu Jama’ah ulama sebagai mikro cosmos manusia dan secara umum dapat dijadikan sebagai tipologi makhluk terbaik (khairul Bariyyah). Beliau menawarkan sejumlah kriteria yang harus dimiliki oleh seseorang yang akan menjadi guru. Pertama, menjaga akhlaq. Kedua, tidak menjaikan profesi guru sebagai usaha untuk menutupi kebutuhan ekonominya. Ketiga, mengetahui situasi sosial kemasyarakatan. Keempat, kasih sayang dan sabar. Kelima, adil dalam memperlakukan peserta didik. Keenam, menolong dengan kemampuan yang dimilikinya.
Dari keenam kriteria tersebut, yang menarik adalah tentang tidak bolehnya profesi guru dijadikan sebagai usaha mendapatan keuntungan material. Ibnu Jama’ah berpendapat demikian sebagai konsekuensi logis dari konsepsinya tentang pengetahuan. Bagi beliau ilmu sangat agung lagi luhur, bahkan bagi pendidik menjadi kewajiban tersendiri untuk mengagungkan pengetahuan tersebut, sehingga pendidik tidak menjadikan pengetahuannya itu sebagai lahan komoditasnya, dan jika hal itu dilakukannya berarti telah merendahkan keagungan pengetahuan (ilmu).

2. Peserta Didik.
Menurut Ibnu Jama’ah, peserta didik yang baik adalah mereka yang mempunyai kemampuan dan kecerdasan untuk memilih, memutuskan, dan mengusahakan tindakan-tindakan belajar secara mandiri.

Selain itu Ibnu Jama’ah tampak sangat menekankan tantang pentingnya peserta didik mematuhi perintah pendidik, ia berpendapat bahwa pendidik meskipun salah ia harus tetap dipatuhi, peserta didik juga tidak dibenarkan untuk mempunyai gagasan yang tidak sejalan dengan pendidik.

Pemikiran Ibnu Jama’ah tentang peserta didik ini nampak kurang demokratis, namun pandangan ini tampak didasarkan pada sikapnya yang konsisten dalam memandang guru atau ulama sebagai orang yang memiliki kapasitas keilmuan yang patut di prioritaskan daripada peserta didik. Namun demikian beliau sangat mendorong para siswa untuk mengembangkan kemampuan akalnya, yaitu agar tekun dan betul-betul giat dalam mengasah kecerdasan akalnya, serta menyediakan waktu tertentu untuk pengembangan daya intelektualnya.

3. Materi Pelajaran / Kurikulum
materi pelajaran yang dikemukakan oleh Ibnu Jama’ah terkait dengan tujuan belajar, yaitu semata-mata menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, dan tidak untuk mencari kepentingan dunia atau materi. Tujuan semacam inilah yang merupakan esensi dari tujuan pendidikan Islam yang sesungguhnya.

Materi pelajaran yang diajarkan harus dikaitkan dengan etika dan nilai-nilai spiritualitas. Dengan demikian, ruang lingkup epistimologi persoalan yang dikaji oleh peserta didik semakin luas, yaitu meliputi epistimologi kajian keagamaan, dan epistimologi di luar wilayah keagamaan (sekuler). Namun demikian kajian sekuler tersebut harus mengacu kepada tata nilai religi.

Apabila dibedakan berdasarkan muatan materi dari kurikulum yang dikembangkan Ibnu Jama’ah ada dua hal yang dapat dipertimbangkan. (1) Kurikulum dasar yang menjadi acuan dan paradigma pengembangan disiplin lainnya (kurikulum agama dan kebahasaan). (2) Kurikulum pengembangan yang berkenaan dengan materi non-agama, tetapi tinjauan yng dipakai adalah kurikulum pertama. Dengan demikian kurikulum yang pertama ini dapat memberikan corak bagi kurikulum kedua yang bersifat pengembangan.

Selanjutnya Ibnu Jama’ah memprioritaskan kurikulum Al-Qur’an daripada yang lainnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Muhammad Fadhil al-Jamali yang mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah kitab terbesar yang menjadi sumber filasafat pendidikan dan pengajaran bagi umat Islam serta Al-Hadits untuk melengkapinya.

4. Metode Pembelajaran
konsep Ibnu Jama’ah tentang metode pembelajaran banyak ditekankan pada hafalan ketimbang dengan metode lain. Metode hafalan memang kurang memberikan kesempatan pada akal untuk mendayagunakan secara maksimal proses berfikir, akan tetapi, hafalan sesungguhnya menantang kemampuan akal untuk selalu aktif dan konsentrasi dengan pengetahuan yang didapat.

Selain metode ini, beliau juga menekankan tentang pentingnya menciptakan kondisi yang mendorong kreativitas para siswa, menurut beliau kegiatan belajar tidak digantungkan sepenuhnya kepada pendidik, untuk itu perlu diciptakan peluang-peluang yang memungkinkan dapat mengembangkan daya kreasi dan daya intelek peserta didik.

5. Lingkungan Pendidikan
Para ahli pendidikan sosial umumnya berpendapat bahwa perbaikan lingkungan merupakan syarat mutlak untuk mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan.

Sejalan dengan hal diatas Ibnu Jama’ah memberikan perhatian yang besar terhadap lingkungan. Menurutnya bahwa lingkungan yang baik adalah lingkungan yang didalamnya mengandung pergaulan yang menjunjung tinggi nilai-nilai etis. Pergaulan yang ada bukanlah pergaulan bebas, tetapi pergaulan yang ada batas-batasnya.

Lingkungan memiliki peranan dalam pembentukan keberhasilan pendidikan. Keduanya menginginkan adanya lingkungan yang kondusif untuk kegiatan belajar mengajar, yaitu kondisi lingkungan yang mencerminkan nuansa etis dan agamis.

2 komentar:

ADON mengatakan...

assalamualaikum mas aziz

terimakasih, saya sudah baca artikel anda. namun sayang anda tidakmencantumkan daftar pustakanya. jadi tolong cantumkan daftar pustakanya supaya lebih akurat dan saya dapat melacaknya. soalnya saya juga sedang konsen dalam konsep pemikiran ibnu jama'h. teriamakasih atas informasinya wassalam. ramadhan (assembaluni@yahoo.com)

ADON mengatakan...

laikum Wr.Wb
saya sudah membaca artikel anda mas aziz. tapi tolong dong di lampirkan daftar pustakanya.soalnya saya juga sedang konsen membahas konsep pendidikan Ibnu Jama'ah. makasih banyak ya...saya tunggu lo.hmmm
salam perkenalan dari RAMADHAN 08986318833