Sabtu, 15 Desember 2007

Teka-teki Imam Ghazali

Suatu hari, Imam Al-Ghazali berkumpul dengan murid-muridnya lalu beliau bertanya:
Imam Ghazali "Apakah yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini?"
Murid 1 "Orang tua"
Murid 2 "Guru"
Murid 3 "Teman"
Murid 4 "Kaum kerabat"
Imam Ghazali "Semua jawaban itu benar. Tetapi yang paling dekat
dengan kita ialah MATI. Sebab itu janji Allah bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati ( Surah Ali-Imran :185)."

Imam Ghazali "Apa yang paling jauh dari kita di dunia ini?"
Murid 1 "Negeri Cina"
Murid 2 "Bulan"
Murid 3 "Matahari"
Murid 4 "Bintang-bintang"
Iman Ghazali "Semua jawaban itu benar. Tetapi yang paling benar adalah MASA LALU. Bagaimanapun kita, apapun kenderaan kita, tetap kita tidak akan dapat kembali ke masa yang lalu. Oleh sebab itu kita harus menjaga hari ini, hari esok dan hari-hari yang akan datang dengan perbuatan yang sesuai dengan ajaran Agama".

Iman Ghazali "Apa yang paling besar didunia ini?"
Murid 1 "Gunung"
Murid 2 "Matahari"
Murid 3 "Bumi"
Imam Ghazali "Semua jawaban itu benar, tapi yang besar sekali adalah HAWA NAFSU (Surah Al A'raf: 179). Maka kita harus hati-hati dengan nafsu kita, jangan sampai nafsu kita membawa ke neraka."

Imam Ghazali "Apa yang paling berat didunia?"
Murid 1 "Baja"
Murid 2 "Besi"
Murid 3 "Gajah"
Imam Ghazali "Semua itu benar, tapi yang paling berat adalah MEMEGANG AMANAH (Surah Al-Azab : 72 ). Tumbuh-tumbuhan, binatang, gunung, dan malaikat semua tidak mampu ketika Allah SWT meminta mereka menjadi khalifah (pemimpin) di dunia ini. Tetapi manusia dengan sombongnya berebut-rebut menyanggupi permintaan Allah SWT sehingga banyak manusia masuk ke neraka kerana gagal memegang amanah."

Imam Ghazali "Apa yang paling ringan di dunia ini?"
Murid 1 "Kapas"
Murid 2 "Angin"
Murid 3 "Debu"
Murid 4 "Daun-daun"
Imam Ghazali "Semua jawaban kamu itu benar, tapi yang paling ringan sekali didunia ini adalah MENINGGALKAN SOLAT. Gara-gara pekerjaan kita atau urusan dunia, kita tinggalkan solat."

Imam Ghazali "Apa yang paling tajam sekali di dunia ini?"
Murid-murid dengan serentak menjawab "Pedang"
Imam Ghazali "Itu benar, tapi yang paling tajam sekali didunia ini adalah LIDAH MANUSIA. Kerana melalui lidah, manusia dengan mudahnya menyakiti hati dan melukai perasaan saudaranya sendiri."

Kisah Nyata

Rabu, 22 Februari 2006

Ada seorang pemuda arab yang baru saja me-nyelesaikan bangku kuliahnya di Amerika. Pemuda ini adalah salah seorang yang diberi nikmat oleh Allah berupa pendidikan agama Islam bahkan ia mampu mendalaminya. Selain belajar, ia juga seorang juru dakwah Islam. Ketika berada diAmerika, ia berkenalan dengan salah seorang Nasrani. Hubungan mereka semakin akrab dengan harapan semoga Allah SWT memberinya hidayah masukIslam.

Pada suatu hari mereka berdua berjalan-jalan di sebuah perkampungan di Amerika dan melintas di dekat sebuah gereja yang terdapat di kampungtersebut. Temannya itu meminta agar ia turut masuk ke dalam gereja. Semula ia berkeberatan. Namun karena ia terus mendesak akhirnya pemuda itupun memenuhi permintaannya lalu ikut masuk ke dalam gereja dan duduk di salah satu bangku dengan hening, sebagaimana kebiasaan mereka.

Ketika pendeta masuk, mereka serentak berdiri untuk memberikan penghormatan lantas kembali duduk. Di saat itu si pendeta agak terbelalak ketika melihat kepada para hadirin dan berkata, "Di tengah kita ada seorang muslim. Aku harap ia keluar dari sini." Pemuda arab itu tidak bergeming dari tempatnya. Pendeta tersebut mengucapkan perkataan itu berkali-kali, namun ia tetap tidak bergeming dari tempatnya. Hingga akhirnya pendeta itu berkata,"Aku minta ia keluar dari sini dan aku menjamin keselamatannya."Barulah pemuda ini beranjak keluar. Di ambang pintu ia bertanya kepada sang pendeta, "Bagaimana anda tahu bahwa saya seorang muslim." Pendetaitu menjawab, "Dari tanda yang terdapat di wajahmu." Kemudian ia beranjak hendak keluar. Namun sang pendeta ingin memanfaatkan keberadaan pemuda ini, yaitu dengan mengajukan beberapa pertanyaan, tujuannya untuk memojokkan pemuda tersebut dan sekaligus mengokohkan markasnya. Pemuda muslim itupun menerima tantangan debat tersebut. Sang pendeta berkata, "Aku akan mengajukan kepada anda 22 pertanyaan dananda harus menjawabnya dengan tepat." Si pemuda tersenyum dan berkata,"Silahkan!"Sang pendeta pun mulai bertanya,
  1. Sebutkan satu yang tiada duanya?
  2. dua yang tiada tiganya?
  3. tiga yang tiada empatnya?
  4. empat yang tiada limanya?
  5. lima yang tiada enamnya?
  6. enam yang tiada tujuhnya?
  7. tujuh yang tiada delapannya?
  8. delapan yang tiada sembilannya?
  9. sembilan yang tiada sepuluhnya?
  10. sesuatu yang tidak lebih dari sepuluh?
  11. sebelas yang tiada dua belasnya?
  12. dua belas yang tiada tiga belasnya?
  13. tiga belas yang tiada empat belasnya?
  14. Sebutkan sesuatu yang dapat bernafas namun tidak mempunyai ruh?
  15. Apa yang dimaksud dengan kuburan yang berjalan membawa isinya?
  16. Siapakah yang berdusta namun masuk ke dalam surga?
  17. Sebutkan sesuatu yang diciptakan Allah namun Dia tidak menyukainya?
  18. Sebutkan sesuatu yang diciptakan Allah dengan tanpa ayah dan ibu?
  19. Siapakah yang tercipta dari api, siapakah yang diadzab dengan api dan siapakah yang terpelihara dari api?
  20. Siapakah yang tercipta dari batu, siapakah yg diadzab dengan batudan siapakah yang terpelihara dari batu?
  21. Sebutkan sesuatu yang diciptakan Allah dan dianggap besar?
  22. Pohon apakah yang mempunyai 12 ranting, setiap ranting mempunyai30 daun, setiap daun mempunyai 5 buah, 3 di bawah naungan dan dua di bawah sinaran matahari?
"Mendengar pertanyaan tersebut pemuda itu tersenyum dengan senyumanmengandung keyakinan kepada Allah. Setelah membaca basmalah ia berkata,
  1. Satu yang tiada duanya ialah Allah SWT.
  2. Dua yang tiada tiganya ialah malam dan siang. Allah SWT berfirman,"Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tanda (kebesarankami)." (Al-Isra': 12).
  3. Tiga yang tiada empatnya adalah kekhilafan yang dilakukan Nabi Musa ketika Khidir menenggelamkan sampan, membunuh seorang anak kecil dan ketika menegakkan kembali dinding yang hampir roboh.
  4. Empat yang tiada limanya adalah Taurat, Injil, Zabur dan al-Qur'an.
  5. Lima yang tiada enamnya ialah shalat lima waktu.
  6. Enam yang tiada tujuhnya ialah jumlah hari ketika Allah SWTmenciptakan makhluk.
  7. Tujuh yang tiada delapannya ialah langit yang tujuh lapis. Allah SWTberfirman, "Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis.Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Rabb Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang." (Al-Mulk: 3).
  8. Delapan yang tiada sembilannya ialah malaikat pemikul Arsy ar-Rahman. Allah SWT berfirman,"Dan malaikat-malaikat berada di penjuru-penjuru langit. Dan pada hari itu delapan orang malaikat menjunjung 'Arsy Rabbmu di atas kepala) mereka." (Al-Haqah: 17).
  9. Sembilan yang tiada sepuluhnya adalah mu'jizat yang diberikan kepadaNabi Musa : tongkat, tangan yang bercahaya, angin topan, musim paceklik, katak, darah, kutu dan belalang dan ........
  10. Sesuatu yang tidak lebih dari sepuluh ialah kebaikan. Allah SWT berfirman, "Barangsiapa yang berbuat kebaikan maka untuknya sepuluh kali lipat." (Al-An'am: 160).
  11. Sebelas yang tiada dua belasnya ialah jumlah saudara-saudaraYusuf.
  12. Dua belas yang tiada tiga belasnya ialah mu'jizat Nabi Musa yang terdapat dalam firman Allah, "Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman, 'Pukullah batu itu dengan tongkatmu.'Lalu memancarlah daripadanya dua belas mata air." (Al-Baqarah: 60).
  13. Tiga belas yang tiada empat belasnya ialah jumlah saudara Yusuf ditambah dengan ayah dan ibunya.
  14. Adapun sesuatu yang bernafas namun tidak mempunyai ruh adalah waktu Shubuh. Allah SWT berfirman, "Dan waktu subuh apabila fajarnya mulai menyingsing." (At-Takwir: 18).
  15. Kuburan yang membawa isinya adalah ikan yang menelan Nabi Yunus AS.
  16. Mereka yang berdusta namun masuk ke dalam surga adalah saudara-saudara Yusuf, yakni ketika mereka berkata kepada ayahnya, "Wahai ayah kami, sesungguhnya kami pergi berlomba-lomba dan kami tinggalkanYusuf di dekat barang-barang kami, lalu dia dimakan serigala." Setelah kedustaan terungkap, Yusuf berkata kepada mereka," tak ada cercaaan terhadap kalian." Dan ayah mereka Ya'qub berkata, "Aku akan memohonkan ampun bagimu kepada Rabbku. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
  17. Sesuatu yang diciptakan Allah namun tidak Dia sukai adalah suara keledai. Allah SWT berfirman, "Sesungguhnya sejelek-jelek suara adalah suara keledai." (Luqman: 19).
  18. Makhluk yang diciptakan Allah tanpa bapak dan ibu adalah Nabi Adam, malaikat, unta Nabi Shalih dan kambing Nabi Ibrahim.
  19. Makhluk yang diciptakan dari api adalah Iblis, yang diadzab dengan api ialah Abu Jahal dan yang terpelihara dari api adalah Nabi Ibrahim. Allah SWT berfirman, "Wahai api dinginlah dan selamatkan Ibrahim."(AlAnbiya': ).
  20. Makhluk yang terbuat dari batu adalah unta Nabi Shalih, yang diadzab dengan batu adalah tentara bergajah dan yang terpelihara dari batu adalah Ashabul Kahfi (penghuni gua).
  21. Sesuatu yang diciptakan Allah dan dianggap perkara besar adalah tipu daya wanita, sebagaimana firman Allah SWT, "Sesungguhnya tipu daya kaum wanita itu sangatlah besar." (Yusuf: 28).
  22. Adapun pohon yang memiliki 12 ranting setiap ranting mempunyai 30 daun, setiap daun mempunyai 5 buah, 3 di bawah teduhan dan dua dibawah sinaran matahari maknanya: Pohon adalah tahun, ranting adalah bulan, daun adalah hari dan buahnya adalah shalat yang lima waktu, tiga dikerjakan di malam hari dan dua di siang hari.
Pendeta dan para hadirin merasa takjub mendengar jawaban pemuda muslim tersebut. Kemudian ia pamit dan beranjak hendak pergi. Namun ia mengurungkan niatnya dan meminta kepada pendeta agar menjawab satu pertanyaan saja. Permintaan ini disetujui oleh sang pendeta. Pemuda ini berkata, "Apakah kunci surga itu?" Mendengar pertanyaan itu lidah sang pendeta menjadi kelu, hatinya diselimuti keraguan dan rona wajahnya pun berubah. Ia berusaha menyembunyikan kekhawatirannya, namun hasilnya nihil.Orang-orang yang hadir di gereja itu terus mendesaknya agar menjawab pertanyaan tersebut, namun ia berusaha mengelak. Mereka berkata, "Anda telah melontarkan 22 pertanyaan kepadanya dan semuanya ia jawab, sementara ia hanya memberimu satu pertanyaan namun anda tidak mampu menjawabnya!" Pendeta tersebut berkata, "Sungguh aku mengetahui jawaban dari pertanyaan tersebut, namun aku takut kalian marah." Mereka menjawab, "Kami akan jamin keselamatan anda" Sang pendeta punberkata, "Jawabannya ialah: Asyhadu an La Ilaha Illallah wa Asyhadu annaMuhammadar Rasulullah."Lantas sang pendeta dan orang-orang yang hadir di gereja itu memeluk agama Islam.Sungguh Allah telah menganugrahkan kebaikan dan menjaga mereka dengan Islam melalui tangan seorang pemuda muslim yang bertaqwa.

Kisah nyata ini di ambil dari Mausu'ah al-Qishash al-Waqi'ah www.gesah.net Kaum yang berpikir (termasuk para pendeta) sedianya telah mengetahui bahwa Islam adalah agama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan akan menjaga manusia dalam kesejahteraan baik di dunia dan di akherat. Apa yang menyebabkan hati-hati para pendeta itu masih tertutup bahkan cenderung mereka sendiri yang menutup rapat jiwanya..Semoga Allah SWT memberikan Hidayah kepada mereka yang mau berpikir.. amien

Renungan!!!

Siapakah orang yang sibuk?
Orang yang sibuk adalah orang yang suka menyepelekan waktu solatnya seolah-olah ia mempunyai kerajaan seperti kerajaan Nabi Sulaiman A.S.

Siapakah orang yang manis senyumannya?
Orang yang mempunyai senyuman yang manis adalah orang yang ditimpa musibah lalu dia berkata "Inna lillahi wainna illaihi rajiuun." Lalu sambil berkata,"Ya Rabb, Aku ridha dengan ketentuanMu ini", sambil mengukir senyuman.

Siapakah orang yang kaya?
Orang yang kaya adalah orang yang bersyukur dengan apa yang ada dan tidak lupa akan kenikmatan dunia yang sementara ini.

Siapakah orang yang miskin?
Orang yang miskin adalah orang tidak puas dengan nikmat yang ada dan selalu menumpuk-numpukkan harta.

Siapakah orang yang rugi?
Orang yang rugi adalah orang yang sudah sampai usia pertengahan namun masih berat untuk melakukan ibadah dan amal-amal kebaikan.

Siapakah orang yang paling cantik?
Orang yang paling cantik adalah orang yang mempunyai akhlak yang baik.

Siapakah orang yang mempunyai rumah yang paling luas?
Orang yang mempunyai rumah yang paling luas adalah orang yang mati membawa amal-amal kebaikan dimana kuburnya akan diperluaskan sejauh mata memandang.

Siapakah orang yang mempunyai rumah yang sempit lagi dihimpit?
Orang yang mempunyai rumah yang sempit adalah orang yang mati tidak membawa amal-amal kebaikkan lalu kuburnya menghimpitnya.

Siapakah orang yang mempunyai akal?
Orang yang mempunyai akal adalah orang-orang yang menghuni syurga kelak karena telah menggunakan akal sewaktu di dunia untuk menghindari siksa neraka.

Luasnya Neraka

Sahabat semua...bacalah.....
YA ALLAH YA RAHMAN YA RAHIM, lindunglilah dan peliharakanlah kami, kedua ibubapa kami, isteri kami, anak-anak kami, kaum keluarga kami & semua orang Islam dari azab siksa api nerakaMu YA ALLAH. Sesungguhnya kami tidak layak untuk menduduki syurgaMu YA ALLAH, namun tidak pula kami sanggup untuk ke nerakaMu YA ALLAH. Ampunilah dosa-dosa kami, terimalah taubat kami dan terimalah segala ibadah dan amalan kami dengan RAHMATMU YA ALLAH......AMIN......

Yazid Arraqqasyi dari Anas bin Malik ra. berkata: Jibril datang kepada Nabi saw pada waktu yang ia tidak biasa datang dalam keadaan berubah mukanya, maka ditanya oleh nabi s.a.w.: 'Mengapa aku melihat kau berubah muka?' Jawabnya: 'Ya Muhammad, aku datang kepadamu di saat Allah menyuruh supaya dikobarkan penyalaan api neraka, maka tidak layak bagi orang yang mengetahui bahawa neraka Jahannam itu benar, dan siksa kubur itu benar, dan siksa Allah itu terbesar untuk bersuka-suka sebelum ia merasa aman dari padanya.'

Lalu nabi s.a.w. bersabda: 'Ya Jibril, jelaskan padaku sifat Jahannam.' Jawabnya: 'Ya. Ketika Allah menjadikan Jahannam, maka dinyalakan selama seribu tahun, sehingga merah, kemudian dilanjutkan seribu tahun sehingga putih, kemudian seribu tahun sehingga hitam, maka ia hitam gelap, tidak pernah padam nyala dan baranya. Demi Allah yg mengutus engkau dengan hak, andaikan terbuka sebesar lubang jarum nescaya akan dapat membakar penduduk dunia semuanya kerana panasnya. Demi Allah yg mengutus engkau dengan hak, andaikan satu baju ahli neraka itu digantung di antara langit dan bumi nescaya akan mati penduduk bumi kerana panas dan busuknya. Demi Allah yg mengutus engkau dengan hak, andaikan satu pergelangan dari rantai yg disebut dalam Al-Quran itu diletakkan di atas bukit, nescaya akan cair sampai ke bawah bumi yg ke tujuh. Demi Allah yg mengutus engkau dengan hak, andaikan seorang di hujung barat tersiksa, nescaya akan terbakar orang-orang yang di hujung timur kerana sangat panasnya, Jahannam itu sangat dalam dan perhiasannya besi dan minumannya air panas campur nanah dan pakaiannya potongan-potongan api. Api neraka itu ada tujuh pintu, tiap-tiap pintu ada bahagiannya yang tertentu dari orang laki-laki dan perempuan.' Nabi s.a.w. bertanya: 'Apakah pintu-pintunya bagaikan pintu-pintu rumah kami?' Jawabnya: 'Tidak, tetapi selalu terbuka, setengahnya di bawah dari lainnya, dari pintu ke pintu jarak perjalanan 70,000 tahun, tiap pintu lebih panas dari yang lain 70 kali ganda.' (yang bawah lebih panas). Tanya Rasulullah s.a.w.: 'Siapakah penduduk masing-masing pintu?' Jawab Jibril:
  1. 'Pintu yg terbawah untuk orang-orang munafik, dan orang-orang yg kafir setelah diturunkan hidangan mukjizat nabi Isa a.s. serta keluarga Fir'aun sedang namanya Al-Hawiyah.
  2. Pintu kedua tempat orang-orang musyrikin bernama Jahim,
  3. Pintu ketiga tempat orang shobi'in bernama Saqar.
  4. Pintu ke empat tempat Iblis dan pengikutnya dari kaum majusi bernama Ladha,
  5. Pintu kelima orang yahudi bernama Huthomah.
  6. Pintu ke enam tempat orang nasara bernama Sa'eir.
  7. 'Kemudian Jibrail diam segan pada Rasulullah s.a.w. sehingga ditanya: 'Mengapa tidak kau terangkan penduduk pintu ke tujuh?' Jawabnya: 'Di dalamnya orang-orang yg berdosa besar dari ummatmu yg sampai mati belum sempat bertaubat.

'Maka nabi s.a.w. jatuh pingsan ketika mendengar keterangan itu, sehingga Jibril meletakkan kepala nabi s.a.w. di pangkuannya sehingga sedar kembali dan sesudah sadar nabi saw bersabda: 'Ya Jibril, sungguh besar kerisauanku dan sangat sedihku, apakah ada seorang dari ummat ku yang akan masuk ke dalam neraka?' Jawabnya: 'Ya, yaitu orang yg berdosa besar dari ummatmu.' Kemudian nabi s.a.w. menangis, Jibril juga menangis, kemudian nabi s.a.w. masuk ke dalam rumahnya dan tidak keluar kecuali untuk sholat kemudian kembali dan tidak berbicara dengan orang dan bila sholat selalu menangis dan minta kepada Allah.

Dari Hadith Qudsi: Bagaimana kamu masih boleh melakukan maksiat sedangkan kamu tak dapat bertahan dengan panasnya terik matahari Ku. Tahukah kamu bahawa neraka jahanamKu itu:
  1. Neraka Jahanam itu mempunyai 7 tingkat
  2. Setiap tingkat mempunyai 70,000 daerah
  3. Setiap daerah mempunyai 70,000 kampung
  4. Setiap kampung mempunyai 70,000 rumah
  5. Setiap rumah mempunyai 70,000 bilik
  6. Setiap bilik mempunyai 70,000 kotak
  7. Setiap kotak mempunyai 70,000 batang pokok zarqum
  8. Di bawah setiap pokok zarqum mempunyai 70,000 ekor ular
  9. Di dalam mulut setiap ular yang panjang 70 hasta mengandungi lautan racun yang hitam pekat.
  10. Juga di bawah setiap pokok zarqum mempunyai 70,000 rantai
  11. Setiap rantai diseret oleh 70,000 malaikat Mudah-mudahan ini dapat menimbulkan keinsafan kepada kita semua.....Wallahua'lam.

Disebutkan di dalam satu riwayat, bahawasanya apabila para makhluk dibangkitkan dari kubur, mereka semuanya berdiri tegak di kubur masing-masing selama 44 tahun UMUR AKHIRAT dalam keadaan TIDAK MAKAN dan TIDAK MINUM, TIDAK DUDUK dan TIDAKBERCAKAP. Bertanya orang kepada Rasulullah saw : 'Bagaimana kita dapat mengenali ORANG-ORANG MUKMIN kelak di hari qiamat?' Maka jawabnya Rasulullah saw 'Umatku dikenali kerana WAJAH mereka putih disebabkan oleh WUDHU'.' Bila qiamat datang maka malaikat datang ke kubur orang mukmin sambil membersihkan debu di badan mereka KECUALI pada tempat sujud. Bekas SUJUD tidak dihilangkan. Maka memanggillah dari zat yang memanggil. Bukanlah debu 'itu dari debu kubur mereka, akan tetapi debu itu ialah debu KEIMANAN' mereka. Oleh itu tinggallah debu itu sehingga mereka melalui titian' Siratul Mustaqim dan memasuki Alam SYURGA, sehingga setiap orang melihat para mukmin itu mengetahui bahawa mereka adalah pelayan Ku dan hamba-hamba Ku.

Disebutkan oleh hadith Rasulullah saw bahawa sepuluh orang yang mayatnya TIDAK BUSUK dan TIDAK REPUT dan akan bangkit dalam tubuh asal diwaktu mati:

  1. ParaNabi
  2. Para Ahli Jihad
  3. ParaAlim Ulama
  4. ParaSyuhada
  5. ParaPenghafal Al Quran
  6. Imam atau Pemimpin yang Adil
  7. Para Muadzin
  8. Wanita yang mati sewaktu melahirkan
  9. Orang mati dibunuh atau dianiaya
  10. Orang yang mati di siang hari atau di malam Jum'at jika mereka itu dari kalangan orang yang beriman.

Didalam satu riwayat yang lain dari Jabir bin Abdullah ra sabda Rasulullah saw: Apabila datang hari QIAMAT dan orang-orang yang berada di dalam kubur dibangkitkan maka Allah swt memberi wahyu kepada Malaikat Ridhwan: ' Wahai Ridhwan, sesungguhnya Aku telah mengeluarkan hamba-hamba Ku berpuasa ( Ahli Puasa ) dari kubur mereka di dalam keadaan letih dan dahaga. Maka ambillah dan berikan mereka segala makanan yang digoreng dan buah-buahan SYURGA. ' Maka Malaikat Ridhwan menyeru, wahai sekelian kawan-kawan dan semua anak-anak yang belum baligh, lalu mereka semua datang dengan membawa dulang dari nur dan berhimpun dekat Malaikat Ridhwan bersama dulang yang penuh dengan buahan dan minuman yang lazat dari syurga dengan sangat banyak melebihi daun-daun kayu di bumi. Jika Malaikat Ridhwan berjumpa mukmin maka dia memberi makanan itu kepada mereka sambil mengucap sebagaimana yang difirman oleh Allah swt di dalam Surah Al-Haqqah yang berarti: 'Makan dan minumlah dengan sedap disebabkan AMAL yang telah kamu kerjakan pada HARI yang telah LALU itu.'

Rabu, 12 Desember 2007

Ibnu Tufail

Tokoh Filosof Islam

A. Kehidupan dan Karyanya
Nama beliau adalah Abu Bakr Muhammad bin Abdul Malik bin Muhammad bin Muhammad bin Tufail, pemuka besar pertama pemikiran filosofis Muwahhid dari Spanyol. Beliau lahir pada dekade pertama abad ke-6 H/ke-12 M di Guadix, propinsi Granada, ia termasuk dalam keluarga suku Arab terkemuka, Qais.


Beliau memulai karirnya sebagai dokter praktek di Granada, dan lewat ketenarannya dalam jabatan itu dia diangkat menjadi sekretaris gubernur di propinsi tersebut. Kemudian pada tahun 549 H/1154 M, ia menjadi sekretaris pribadi gubernur Ceuta dan Tangier, putra Abd al-Mu’min, penguasa Muwahhid Spanyol pertama yang merebut Maroko pada tahun 542 H/1147 M. Akhirnya, ia menduduki jabatan dokter tertinggi dan menjadi qadhi (hakim) di pengadilan serta wazir khalifah Muwahhid Abu Ya’qub Yusuf (558 H/1163 M – 580 H/1184 M).

Ibnu Tufail adalah seorang dokter, filosof, ahli matematika, dan penyair yang sangat terkenal dari Muwahhid Spanyol, tetapi sayangnya hanya sedikit sekali karya-karyanya yang dikenal orang. Ibnu Abi Usaibi’ah menganggap fi al-Buqa’ al-Maskunah wal Ghair al-Maskunah adalah sebagai karyanya. Kemudian Miguel Casiri menyebutkan dua karyanya yang masih ada, yaitu : Risalah Hayy Ibnu Yaqzan dan Asrar al-Hikmah al-Mashriqiyyah (yang ini disebut naskah).

B. Doktrin-doktrin
Dunia
Apakah dunia itu kekal, atau diciptakan dari ketiadaan atas kehandak-Nya?. Inilah salah satu masalah penting yang paling menantang dalam filosofis muslim. Ibnu Tufail sejalan dengan kemahiran dialektisnya menghadapi masalah itu dengan tepat. Dia tidak menganut slah satu doktrin saingannya, dan dia juga tidak berusaha mendamaikan mereka. Dilain pihak dia mengecam dengan pedas pengikut Aristoteles dan sikap-sikap teologis.

Kekekalan dunia melibatkan konsp eksistensi tak terbatas. Eksistensi semacam itu tidak dapat lepas dari kejadian-kejadian yang diciptakan dan tidak mungkin ada sebelum kejadian-kejadian yang tercipta itu pasti tercipta secara lambat laun.

Menurut Al-Ghazali, ia mengemukakan bahwa gagasan mengenai kemaujudan sebelum ketidak maujudan tidak dapat difahami tanpa anggapan bahwa waktu itu telah ada sebelum dunia ada, akan tetapi waktu itu sendiri merupakan suatu kejadian tak terpisahkan dari dunia, dan karena itu kemaujudannya mendahului kemaujudan dunia.

Segala yang tercipta pasti membutuhkan pencipta. Tidak ada sesuatupun ada sebelum Dia, dan segala sesuatu pasti ada dan akan terjadi atas kehendak-Nya.

Antinomi (kontradiksi antar prinsip) ini dengan jelas menerangkan bahwa kemampuan nalar (Kant) ada batasnya dan argumentasinya akan mendatangkan kontradiksi yang membingungkan.

Tuhan
Penciptaan dunia yang lambat laun itu mensyaratkan adanya satu pencipta yang mesti bersifat immaterial, sebab materi yang merupakan suatu kejadian dunia diciptakan oleh satu pencipta. Dunia tak bisa maujud dengan sendirinya, pasti dan harus ada penciptanya.

Jika Tuhan bersifat material, maka akan membawa suatu kemunduran yang tiada akhir. Oleh karena itu, dunia ini pasti mempunyai pencipta yang tidak berwujud benda, dan karena Dia bersifat immaterial, maka kita tidak bisa mengenali-Nya lewat indera kita atau lewat imajinasi. Sebab imajinasi hanya menggambarkan hal-hal yang dapat ditangkap oleh indera.

Kosmologi Cahaya
Manifestasi kemajemukan kemaujudan dari yang satu dijelaskan dalam gaya Neo-Platonik yang monoton, sebagai tahap berurutan pemancaran yang berasal dari cahaya Tuhan.

Proses tersebut pada prinsipnya sama dengan refleksi terus menerus cahaya matahari pada cermin. Cahaya matahari yang jatuh pada cermin menunjukkan kemajemukan. Semua itu merupakan pantulan cahaya matahari, bukan matahari itu sendiri, juga bukan cermin itu sendiri. Hal yang sama berlaku juga pada cahaya pertama (Tuhan) beserta perwujudannya di dalam kosmos.

Epistimologi
Jiwa dalam tahap awalnya bukanlah suatu tabula rasa atau papan tulis kosong. Melainkan Imaji Tuhan telah tersirat didalamnya sejak awal, tetapi untu menjadikannya tampak nyata, kita perlu memulai denga pikiran yang jernih tanpa prasangka.

Pengalaman merupakan suatu proses mengenal lingkungan lewat indera. Organ-ogan indra ini berfungsi berkat jiwa yang ada dalam hati. Pengamatan memberi kita pengetahuan mengenai benda-benda yang induktif, dengan alat pembanding dan pembedanya dikelompokkan menjadi mineral, tanaman, dan hewan. Setiap kelompok benda ini memperlihatkan fungsi-fungsi tertentu yang membuat kita menerima bentuk-bentuk atau jiwa-jiwa sebagai penyebab fungsi-fungsi tertentu berbagai benda.

Ibnu Tufail akhirnya berpaling kepada disiplin jiwa yang membawa kepada ekstase, sumber tertinggi pengetahuan. Dalam taraf ini, kebenaran tidak lagi dicapai lewat proses deduksi atau induksi, melainkan secara langsung dan intuitif lewat cahaya yang ada didalamnya. Jiwa menjadi sadar diri dan mengalami apa yang tak pernah dilihat mata, didengar telinga, atau dirasa oleh hati.

Etika
Bukan kebahagiaan duniawi, melainkan penyatuan sepenuhnya dengan Tuhanlah yang merupakan "summum bukmun" (kebaikan tertinggi) etika. Perwujudannya setelah pengembangan akal induktif dan deduktif.

Menurut de Boer manusia merupakan perpaduan suatu tubuh jiwa hewani dan esensi non-bendawi, dengan demikian menggambarkan binatang, angkasa, dan Tuhan. Karena itulah pendakian jiwanya terletak pada pemuasan ketiga aspek tersebut. Pertama, ia terikat untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya serta menjaganya dari cuaca buruk dan binatang buas. Kedua, menuntut darinya kebersihan pakaian dan tubuh, kebaikan terhadap objek-objek hidup dan tak hidup. Ketiga, yaitu pengetahuan, kekuasaan, kebijaksanaan, kebebasan dari keinginan jasmaniah, dll.

Filsafat dan Agama
Filsafat merupakan suatu pemahaman akal secara murni atas kebenaran dalam kosep-konsep dan imajinasi yang sesungguhnya, serta tak dapat dijangkau oleh cara-cara pengungkapan konvensional. Dunia angkasa yang abstrak dan non-bendawi tidak dapat dijangkau, bila ia dilukiskan dengan lambang-lambang bendawi maka ia akan kehilangan esensinya, dan bisa jadi orang-orang menganggapnya tidak sebagaimana seharusnya.

Agama diperuntukkan bagi semua orang; tetapi filsafat hanya bagi orang-orang berbakat yang sedikit jumlahnya. Filsafat harus difahami secara bersamaan dengan agama. Keduanya membawa kepada kebenaran yang sama, tetapi dengan cara yang berbeda. Mereka berbeda bukan hanya dalam metode dan lingkup, tapi juga dalam taraf rahmat yang mereka anugerahkan kepada para pengikut setia mereka.

Agama melukiskan dunia atas dengan lambang-labang eksoteris. Dia penuh dengan perbandingan, persamaan, dan gagasan-gagasan antropomorfis, sehingga akan lebih mudah difahami oleh orang lain, mengisi jiwa dengan hasrat dan menarik mereka kepada kebajikan dan moralitas.

Filsafat dilain pihak merupkan bagian dari kebenaran esoteris. Ia berupaya menafsirkan lambang-lambang agama tentang konsep-konsep imaji murni yang berpuncak pada suatu keadaan yang didalamnya terdapat esensi ketuhanan dan pengetahuannya menjadi satu. Persepsi rasa, nalar, dan intuisi merupakan dasar-dasar pengetahuan filsafat. Para nabi pun memiliki intuisi, sumber utama pengetahuan mereka adalah wahyu Tuhan. Pengetahuan nabi didapat secara langsung dan pribadi, sedangkan pengetahuan para pengikutnya didapat dari wasiat.

Pengaruh
Diantara karya Ibnu Tufail, hanya Risalah Hayy ibn Yaqzan sajalah yang masih ada sampai sekarang. Karya tersebut merupakan suatu roman filsafat pendek, tetapi pengaruhnya sangat besar terhadap generasi berikutnya sehingga karya tersebut dianggap sebagai salah satu buku paling mengagumkan dari zaman pertengahan.

Mengenai metodenya, ia bersifat filosofis sekaligus mistis. Ia menyatukan kesenangan dan kebenaran dengan jalan menggunakan imajinasi dan intuisi untuk membantu akal, dan daya tarik khusus inilah yang menjadikannya termasyhur dan mendorong orang untuk menerjemahkannya kedalam bahasa-bahasa lainnya. Bahkan sampai sekarang minat dunia terhadap karyanya belum hilang. Edisi bahasa Arab baru-baru ini dari Ahmad Amin, yang diikuti terjemahan bahasa Parsi dan Urdu pada dasawarsa yang sama, cukup menjadi bukti bahwa karya Ibnu Tufail tak kalah memikat bagi dunia modern, sebagaimana ia memikat dunia pada zaman pertengahan.

Ibnu Jama'ah

Biografi & Konsep Pendidikan

A. Riwayat Hidup Ibnu Jama’ah.
Nama lengkapnya adalah Badruddin Muhammad bin Ibrahim bin Sa’ad Allah bin Jama’ah bin Hazim bin Shakhr bin Abdullah Al-Kinay. Lahir di Hamwa, Mesir, pada tanggal 04 Rabi’ul Akhir 639 H/1241 M malam sabtu, dan wafat pada pertengahan malam akhir hari senin tanggal 21 Jumadil Ula 733 H/1333 M. dan dimakamkan di Qirafah, Mesir. Usianya 64 tahun, 1 bulan, 1 hari.


Pendidikan awalnya didapat dari ayahnya sendiri yaitu Ibrahim bin Sa’ad Allah bin Jama’ah, seorang ulama besar ahli fiqh dan sufi. Selain berguru kepada ayahnya, Ibnu Jama;ah juga berguru kepada sejumlah ulama besar. Ketika di Hammah ia berguru kepada Syaikh Asy-Syuyukh bin Izzun, dan ketika di Damaskus ia berguru kepada Abi Al-Yasr, Ibnu ‘Ilaq Ad-Dimasyqi, dll, ketika di Kairo ia berguru kepada Taqiyuddin bin Razim, Jamaluddin bin Malik, Rasyid Al-Athar, dan lain-lain.

Berkat didikan dan pengembaraan dalam menuntut ilmu tersebut, Ibnu Jama;ah kemudian menjadi seorang yang ahli hukum, pendidikan, juru da’wah, penyair, ahli tafsir, ahli hadits, dan lain-lain. Akan tetapi beliau lebih dikenal sebagai orang yang ahli hukum, yakni sebagai hakim.

Pada masa Ibnu Jama’ah, kondisi struktur sosial keagamaan sedang memasuki masa-masa penurunan. Baghdad sebagai simbol peradaban Islam sudah hancur yang kemudian berakibat pada pelarangan terhadap kajian-kajian filsafat dan kalam, bahkan terhadap ilmu non-agama. Pelarangan ini didukung oleh sebagian ulama dan mendapat pengakuan dari penguasa. Dengan demikian Ibnu Jama’ah dibesarkan dalam tradisi sunni yang kontra dengan rasionalis serta kurang mendukung pengembangan ilmu pengetahuan non-agama.

Pada masa Ibnu Jama’ah muncul berbagai lembaga pendidikan, diantaranya adalah : (1) Kuttab, yaitu lembaga pendidikan dasar yang digunakan untuk memberikan kemampuan membaca dan menulis. (2) Pendidikan Istana, yaitu lembaga pendidikan yang dikhususkan untuk anak-anak pejabat dan keluarga istana. (3) Kedai atau Toko Kitab, yang fungsinya sebagai tempat untuk menjual kitab srta tempat berdiskusi antara para pelajar. (4) Rumah Para Ulama, yaitutempat yang sengaja disediakan oleh para Ulama untuk mendidik para siswa. (5) Rumah Sakit, selain dikembangkan untuk kepentingan medis, juga untuk mendidik tenaga-tenaga yang akan bertugas sebagai perawat. (6) Perpustakaan, selain berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan buku-buku, juga dipakai untuk diskusi dan penelitian, perpustakaan yang cukup besar adalah Daar Al-Hikmah. (7) Masjid, selain tempat untuk beribadah, juga digunakan untuk kegiatan pandidikan dan sosial. Selain itu juga berkembang madrasah-madrasah, madrasah yang pertama kali didirikan adalah Madrasah Nidzam Al-Muluk didirikan oleh Wazir Nidzamiyyah pada tahun 1064 M.

B. Karya Tulis Ibnu Jama’ah
Karya-karya Ibnu Jama’ah pada garis besarnya terbagi pada masalah pendidikan, astronomi, ulumul hadits, ulumut tafsir, ilmu fiqih, dan ushul fiqih. Kitab Tadzkirat as-Sami’ wa al-Mutakallim fi Adab al-Alim wa al-Muta’allim merupakan kitab yang berisi tentang konsep pendidikan, samantara itu kitab Usthurullah merupakan kitab yang membicarakan masalah astronomi, sedangkan kitab al-Munhil al-Rawiy fi ‘Ulum Hadits Nabawy merupakan ringkasan dari kitab ulumul hadits yang ditulis oleh Ibnu As-Sholah.

Selain kitab-kitab diatas masih banyak kitab-kitab yang beliau tulis, diantaranya adalah, Idlah ad-Dalil fi Qath’I Hujaj ahl-Ta’wil, at-Tibyan li Mubhimat Al-Qur’an, Tajnid al-Ajnad wa Jihat al-Jihad, dan lain-lain.

C. Konsep Pendidikan Ibnu Jama’ah
Konsep pendidikan yang dikemukakan Ibnu Jama’ah secara keseluruhan dituangkan dalam karyanya Tadzkirat as-Sami’ wa al-Mutakallim fi Adab al-Alim wa al-Muta’allim. Dalam buku tersebut beliau mengemukakan tentang keutamaan ilmu pengetahuan dan orang yang mencarinya. Keseluruhan konsep pendidikan Ibnu Jama’ah ini dapat dikamukakan sebagai berikut :

1. Konsep Guru / Ulama
Menurut Ibnu Jama’ah ulama sebagai mikro cosmos manusia dan secara umum dapat dijadikan sebagai tipologi makhluk terbaik (khairul Bariyyah). Beliau menawarkan sejumlah kriteria yang harus dimiliki oleh seseorang yang akan menjadi guru. Pertama, menjaga akhlaq. Kedua, tidak menjaikan profesi guru sebagai usaha untuk menutupi kebutuhan ekonominya. Ketiga, mengetahui situasi sosial kemasyarakatan. Keempat, kasih sayang dan sabar. Kelima, adil dalam memperlakukan peserta didik. Keenam, menolong dengan kemampuan yang dimilikinya.
Dari keenam kriteria tersebut, yang menarik adalah tentang tidak bolehnya profesi guru dijadikan sebagai usaha mendapatan keuntungan material. Ibnu Jama’ah berpendapat demikian sebagai konsekuensi logis dari konsepsinya tentang pengetahuan. Bagi beliau ilmu sangat agung lagi luhur, bahkan bagi pendidik menjadi kewajiban tersendiri untuk mengagungkan pengetahuan tersebut, sehingga pendidik tidak menjadikan pengetahuannya itu sebagai lahan komoditasnya, dan jika hal itu dilakukannya berarti telah merendahkan keagungan pengetahuan (ilmu).

2. Peserta Didik.
Menurut Ibnu Jama’ah, peserta didik yang baik adalah mereka yang mempunyai kemampuan dan kecerdasan untuk memilih, memutuskan, dan mengusahakan tindakan-tindakan belajar secara mandiri.

Selain itu Ibnu Jama’ah tampak sangat menekankan tantang pentingnya peserta didik mematuhi perintah pendidik, ia berpendapat bahwa pendidik meskipun salah ia harus tetap dipatuhi, peserta didik juga tidak dibenarkan untuk mempunyai gagasan yang tidak sejalan dengan pendidik.

Pemikiran Ibnu Jama’ah tentang peserta didik ini nampak kurang demokratis, namun pandangan ini tampak didasarkan pada sikapnya yang konsisten dalam memandang guru atau ulama sebagai orang yang memiliki kapasitas keilmuan yang patut di prioritaskan daripada peserta didik. Namun demikian beliau sangat mendorong para siswa untuk mengembangkan kemampuan akalnya, yaitu agar tekun dan betul-betul giat dalam mengasah kecerdasan akalnya, serta menyediakan waktu tertentu untuk pengembangan daya intelektualnya.

3. Materi Pelajaran / Kurikulum
materi pelajaran yang dikemukakan oleh Ibnu Jama’ah terkait dengan tujuan belajar, yaitu semata-mata menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, dan tidak untuk mencari kepentingan dunia atau materi. Tujuan semacam inilah yang merupakan esensi dari tujuan pendidikan Islam yang sesungguhnya.

Materi pelajaran yang diajarkan harus dikaitkan dengan etika dan nilai-nilai spiritualitas. Dengan demikian, ruang lingkup epistimologi persoalan yang dikaji oleh peserta didik semakin luas, yaitu meliputi epistimologi kajian keagamaan, dan epistimologi di luar wilayah keagamaan (sekuler). Namun demikian kajian sekuler tersebut harus mengacu kepada tata nilai religi.

Apabila dibedakan berdasarkan muatan materi dari kurikulum yang dikembangkan Ibnu Jama’ah ada dua hal yang dapat dipertimbangkan. (1) Kurikulum dasar yang menjadi acuan dan paradigma pengembangan disiplin lainnya (kurikulum agama dan kebahasaan). (2) Kurikulum pengembangan yang berkenaan dengan materi non-agama, tetapi tinjauan yng dipakai adalah kurikulum pertama. Dengan demikian kurikulum yang pertama ini dapat memberikan corak bagi kurikulum kedua yang bersifat pengembangan.

Selanjutnya Ibnu Jama’ah memprioritaskan kurikulum Al-Qur’an daripada yang lainnya. Hal ini sejalan dengan pendapat Muhammad Fadhil al-Jamali yang mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah kitab terbesar yang menjadi sumber filasafat pendidikan dan pengajaran bagi umat Islam serta Al-Hadits untuk melengkapinya.

4. Metode Pembelajaran
konsep Ibnu Jama’ah tentang metode pembelajaran banyak ditekankan pada hafalan ketimbang dengan metode lain. Metode hafalan memang kurang memberikan kesempatan pada akal untuk mendayagunakan secara maksimal proses berfikir, akan tetapi, hafalan sesungguhnya menantang kemampuan akal untuk selalu aktif dan konsentrasi dengan pengetahuan yang didapat.

Selain metode ini, beliau juga menekankan tentang pentingnya menciptakan kondisi yang mendorong kreativitas para siswa, menurut beliau kegiatan belajar tidak digantungkan sepenuhnya kepada pendidik, untuk itu perlu diciptakan peluang-peluang yang memungkinkan dapat mengembangkan daya kreasi dan daya intelek peserta didik.

5. Lingkungan Pendidikan
Para ahli pendidikan sosial umumnya berpendapat bahwa perbaikan lingkungan merupakan syarat mutlak untuk mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan.

Sejalan dengan hal diatas Ibnu Jama’ah memberikan perhatian yang besar terhadap lingkungan. Menurutnya bahwa lingkungan yang baik adalah lingkungan yang didalamnya mengandung pergaulan yang menjunjung tinggi nilai-nilai etis. Pergaulan yang ada bukanlah pergaulan bebas, tetapi pergaulan yang ada batas-batasnya.

Lingkungan memiliki peranan dalam pembentukan keberhasilan pendidikan. Keduanya menginginkan adanya lingkungan yang kondusif untuk kegiatan belajar mengajar, yaitu kondisi lingkungan yang mencerminkan nuansa etis dan agamis.

Al-Kindi

Penggerak dan Pengembang Ilmu Pengetahuan

Riwayat Hidupnya
Al-Kindi lahir pada tahun 809 M/185 H, Nama sebenarnya adalah Abu Yusuf Ya’kub Bin Ishak Al-kindi. Ia adalah keturunan suku Kindah, Arab selatan yang merupakan salah satu suku Arab besar pra-Islam. Ayahnya Ishak Al-Sabah adalah seorang gubernur Kufah di masa Khalifah Al-Mahdi (775-78M) dan Khalifah Ar-Rasyid (786-809M). Ia lahir ditengah keluarga yang kaya akan informasi kebudayaan dan berderajat tinggi serta terhormat dimata masyarakat. Al-Kindi (185H/801M-260H/873M).


Ia pergi ke Bashra yang pada saat itu merupakan tempat persemaian gerakan intelektual dan pusat ilmu pengetahuan yang besar. Sebuah kota yang menjanjikan harapan bagi para penggumul ilmu. Ia lalu pergi ke Baghdad dan menyelesaikan pendidikannya disana, di sini ia berkenalan dengan al-Ma’mun, al-Mu’tasim dan Ahmad putra al-Mu’tasim. Ia diangkat sebagai guru pribadi Ahmad, yang kepadanya ia persembahkan karya-karyanya.

Al-Kindi hidup selama masa pemerintahan Daulah Abbasiyah, yaitu al-Amin (809-813M), al-Ma’mun (813-833M), al-Mu’tasim (833-842M), al-Watiq (842-847M), dan al-Mutawakil (847-841M).

Karya-karyanya
1. Bidang Astronomi
· Risalah fi Masa’il Su’ila anha min Ahwal al-Kawatib, jawaban dari pertanyaan tentang planet.
· Risalah fi Jawab Masa’il Thabi’iyah fi Kayfiyyat Nujumiah, pemecahan soal-soal fisis tentang
sifat-sifat perbintangan.
· Risalah fi anna Ru’yat al-Hilal la Tudhbathu bi al-Haqiqoh wa innama al-Qowl fiha bi at-
Taqrib, bahwa pengamatan astronomi bulan baru tidak dapat ditentukan dengan ketetapan mutlak.
· Risalah fi Mathrah asy-Syu’a, tentang projeksi sinar.
· Risalah fi Fashlayn, tentang dua musim (musim panas dan musim dingin).
· Risalah fi Idhah ‘illat Ruju’ al-Kawakib, tentang penjelasan sebab gerak kebelakang planet-
planet.
· Fi asy-Syu’at, tentang sinar (bintang).

2. Meteorologi
· Risalah fi ‘illat Kawnu adh-Dhabasb, tentang sebab asal mula kabut.
· Risalah fi Atshar alladzi Yazhharu fi al-laww wa Yusamma Kawkaban, tentang tanda yang
tampak di langit dan disebut sebuah planet.
· Risalah fi ‘illat Ikhtilaf Anwa’us Sanah, tentang sebab perbedaan dalam tahun-tahun.
· Risalah fi al-Bard al-Musamma “Bard al-Ajuz”, tentang dingin.

3. Ramalan
· Risalah fi Taqdimat al-Khabar, tentang prediksi.
· Risalah fi Taqdimat al-Ma’rifah fi al-Ahdats, tentang ramalan dengan mengamati gejala
meteorologi.

4. Besaran (Magnitude)
· Risalah Ah’ad Masafat al-Aqalim, tentang besarnya jarak antara tujuh iklim.
· Risalah fi Istikhraj Bu’da Markaz al-Qamar min al-Ardh, tentang perhitungan jarak antara
pusat perhitungan bulan dari bumi.

5. Ilmu Pengobatan
· Risalah fi ‘illat Naftcad-Damm, tentang hemoptesis (batuk darah dari saluran pernapasan).
· Risalah fi Adhat al-Kalb al-Kalib, tentang rabies.

6. Geometri
· Risalah fi Amal Syakl al-Mutawassithayn, tentang konstruksi bentuk garis-garis tengah.
· Risalah Ishlah Kitab Uqlidis, tentang perbaikan buku Euclides.

7. Ilmu Hitung
· Risalah fi al-Kammiyat al-Mudhafah, tentang jumlah relatif.
· Risalah fi at-Tajhid min Jihat al-‘Adad, tentang keesaan dari segi angka-angka.

8. Logika
· Risalatuhu fi Madhkal al-Manmtiq bi Istifa al-Qawl fihi, sebuah pengantar lengkap tentang
logika.
· Ikhtisar Kitab Isaghuji li Farfuris, sebuah ikhtisar Eisagoge Porphyry.

9. Sferika
· Risalah fi al-Kuriyat, tentang sferika
· Risalah fi Amalis Samiti ‘ala Kurah, tentang konstruksi sebuah azimuth atas suatu sferah.

Karya-karya yang disebutkan diatas adalah merupakan sebagian terkecil dari sekian banyak karya Al-Kindi. Karya Al-Kindi di susun oleh Ibnu An-Nadim yang menyebutkan tidak kurang dari 242 buah karya Al-Kindi, sedangkan sumber lain menyebutkan 265 buah, dan membaginya menurut pokok persoalannya menjadi filsafat, logika, ilmu hitung, sferika, ilmu kedokteran, astrologi, polemik, psikologi, politik, meteorologi, dan ramalan.

Ajaran Filsafatnya
Menurut Al-Kindi, filsafat hendaknya diterima sebagai bagian dari kebudayaan Islam. Gagasan Al-Kindi mengenai filsafat berasal dari Aristotelianisme Neo-Platonis, namun juga benar ia meletakkan gagasan itu dalam konteks baru, dengan mendamaikan warisan Hellenistis dengan Islam.

Al-Nadim memberikan gambaran tentang Al-Kindi: “Al-Kindi adalah manusia terbaik pada masanya, unik pengetahuannya tentang seluruh ilmu pengetahuan kuno. Ia disebut filosof Arab. Buku-bukunya mengandung aneka ilmu pengetahuan. Kami menyebutnya filosof alam, karena ia menonjol dalam ilmu pengetahuan”.

Filsafat merupakan pengetahuan tentang kebenaran, dalam risalah Al-Kindi tentang Filsafat Awal, berbunyi demikian: “Filsafat adalah pengetahuan tentang hakikat segala sesuatu dalam batas-batas kemampuan manusia, karena tujuan para filosof dalam berteori adalah mencapai kebenaran, dan dalam berpraktek adalah menyesuaikan dengan kebenaran’. Pada akhir risalahnya ia menyifati Allah dengan istilah “kebenaran” yang merupakan tujuan filsafat.

Keselarasan Filsafat dan Agama
Al-Kindi mengarahkan filsafat muslim ke arah kesesuaian antara filsafat dan agama. Filsafat berlandaskan akal pikiran sedangkan agama berdasarkan wahyu. Logika merupakan metode filsafat sedang iman merupakan kepercayaan kepada hakikat yang disebutkan dalam Al-Qur’an sebagaimana diwahyukan Allah kepada Nabi-Nya.

Keselarasan antara filsafat dan agama didasarkan pada tiga alasan: -1- Ilmu agama merupakan bagian dari filsafat. -2- Wahyu yang diturunkan kepada Nabi dan kebenaran filsafat saling bersesuaian. -3- Menuntut ilmu, secara logika diperintahkan dalam agama.

Filsafat merupakan pengetahuan tentang hakikat segala suatu, dan ini mengandung teologi (al-rububiyah), ilmu tauhid, etika dan seluruh ilmu pengetahuan yang bermanfaat.

Dalam risalah, “Jumlah Karya Aristoteles”, Al-Kindi membedakan secara tajam antara agama dan filsafat. Pembicaraannya tentang masalah ini dalam risalah ini, membuktikan bahwa ia membandingkan agama Islam denganfilsafat Aristoteles. Ilmu Ilahiah yang dibedakannya dari filsafat adalah Islam, sebagaimana yang diturunkan kepada Rasulullah dan termaktub dalam Al-Qur’an. Bertentangan dengan pendapat umumnya bahwa ilmu agama (teologi) adalah bagian dari filsafat, disini kita dapati (1) bahwa kedudukan teologi lebih tinggi dari filsafat. (2) bahwa agama merupakan ilmu Ilahiah, sedang filsafat merupakan ilmu insani. (3) bahwa jalur agama adalah keimanan, sedang jalur filsafat adalah akal. (4) bahwa pengetahuan Nabi adalah langsung melalui wahyu, sedang pengetahuan filosof diperoleh melalui logika dan pemaparan.
Kesimpulannya, Al-Kindi adalah filosof pertama dalam Islam, yang menyelaraskan antara agama dan filsafat. Ia memberikan dua pandangan yang berbeda. Pertama, mengikuti jalur ahli logika dan memilsafatkan agama. Kedua, memandang agama sebagai sebuah ilmu Ilahiah dan menempatkannya di atas filsafat. Ilmu Ilahiah ini diketahui melalui jalur para Nabi. Tetapi melalui penafsiran filosofis, agama menjadi selaras dengan filsafat.

Tuhan
Suatu pengetahuan memadai dan menyakinkan tentang Tuhan merupakan tujuan akhir filsafat
Ketunggalan, ketakterlihatan, ketakterbagian, dan kepenyebaban beban gerak merupakan sifat-sifat-Nya yang dinyatakan oleh Theon. Ketika Al-Kindi menyebutkan itu, ia tak lebih dari pengalihkonsepsi Hellenistis tentang Tuhan. Keaslian Al-Kindi terletak pada upayanya mendamaikan konsep Islam tentang Tuhan dengan gagasan filosofis Neo-Platonis terkemudian.
Gagasan dasar Islam tentang Tuhan adalah Keesaan-Nya, penciptaan oleh-Nya dari ketakadaan, dan ketergantungan semua ciptaan kepada-Nya. Sifat-sifat ini dalam Al-Qur’an dinyatakan secara tak filosofis atau dialektis.

Al-Kindi menyifati Tuhan dengan istilah-istilah baru. Tuhan adalah yang benar. Ia tinggi dan dapat disifati hanya dengan sebutan-sebutan negatif. “Ia bukan materi, tak berbentuk, tak berjumlah, tak berkualitas, tak berhubungan, juga Ia tak dapat disifati dengan ciri-ciri yang ada, Ia tak berjenis, tak terbagi dan tak berkejadian. Ia abadi…”.

Untuk memahami posisi Al-Kindi, kita mesti merujuk pada kaum Tradisionalis dan Mu’tazilah. Kaum tradisionalis (Ibn Hanbal adalah salah seorang tokohnya) menafsirkan sifat-sifat Allah dengan “nama-nama Allah”, mereka menerima makna harfiyah Al-Qur’an tanpa memberikan penafsiran lebih jauh. Kaum Mu’tazilah yang semasa dengan Al-Kindi, secara akal menfsirkan sifat-sifat Allah demi memantapkan Kemahaesaan-Nya. Mereka memecahkan masalah ini berdasarkan hubungan antara zat Allah dan sifat-sifat-Nya. Menurut mereka, sifat-sifat utama Allah ada tiga: tahu, kuasa dan berkehendak. Sifat-sifat ini mereka tolak, karena bila mereka menerima hal ini sebagai sifat-sifat Tuhan, berari zat-Nya banyak.

Al-Kindi, filosof muslim pertama, mengikuti kaum Mu’tazilahdalam menolak sifat-sifat tersebut. Tetapi pendekatannya dalam memecahkan masalah tersebut berbeda sekali. Pertama, yang menjadi perhatiannya bukan zat Allah dan sifat-sifat-Nya, tetapi hal dapat disifatinya zat Allah. Kedua, segala sesuatu dapat didefinisikan, karena itu mereka dapat diketahui dengan menentukan jenis-jenis mereka, kecuali Allah yang tak berjenis. Dengan kata lain Al-Kindi mengikuti jalur “ahli logika”.

Dalih-dalih Al-Kindi tentang kemaujudan Allah bertumpu pada keyakinan akan hubungan sebab akibat. Segala yang maujud pasti mempunyai sebab yang memaujudkannya. Rangkaian sebab itu terbatas, akibatnya ada sebab pertama atau sebab sejati yaitu Allah. Dalam filsafat Al-Kindi, Tuhan adalah sebab efisien.

Ada dua macam sebab efisien: Pertama, sebab efisien sejati dan aksinya adalah ciptaan dari ketiadaan (ibda’). Kedua, semua sebab efisien yang lain adalah lanjutan, yaitu sebab-sebab tersebut ada lantaran sebab-sebab lain.

Segala kemaujudan senantiasa membutuhkan Allah. Hal ini karena Allah, Sang Pencipta yang abadi, adalah penunjang semua ciptaan-Nya.

Ketakterhinggan
Alam, dalam sistem Aristoteles, terbatas oleh ruang tetapi tak terbatas oleh waktu, karena gerak alam seabadi Penggerak Tak Tergerakkan. Keabadian alam dalam pemikiran Islam, ditolak, karena Islam berpendirian bahwa alam diciptakan.

Al-Kindi, berbeda dengan para filosof besar penggantinya, menyatakan alam ini tak kekal. Mengenai hal ini ia memberikan pemecahan yang radikal, dengan membahas gagasan tentang ketakterhinggaan secara matematik.

Benda-benda fisik terdiri atas materi dan bentuk, dan bergerak didalam ruang dan waktu. Jadi materi, bentuk, ruang dan waktu merupakan unsur dari setiap fisik. Wujud yang begitu erat kaitannya dengan fisik, waktu dan ruang adalah terbatas, karena mereka takkan ada kecuali dalam keterbatasan.

Waktu bukanlah gerak, melainkan bilangan pengukur gerak, karena waktu tak lain adalah yang dahulu dan yang kemudian.

Dalil-dalil yang menentang ketakterbatasan diulang dalam sejumlah tulisan Al-Kindi. Kami kutipkan dari tulisannya, “Perihal Keterbatasan Wujud Dunia”, empat teori yang membuktikan keterbatasan:
1. Dua besaran (di pakai untuk garis, permukaan atau benda), yang sama disebut sama, bila
yang satu tak lebih besar daripada yang lain.
2. Bila satu besaran ditambahkan pada salah satu dari dua besaran yang sama tersebut, maka
keduanya akan menjadi tak sama.
3. Dua besaran yang sama tak bisa menjadi tak terbatas, bila yang satu lebih kecil dari yang
lain, karena yang lebih kecil mengukur yang lebih besar atau sebagian darinya.
4. Jumlah dua besaran yang sama, karena masing-masing terbatas, adalah terbatas.

Dengan ketentuan ini, maka setiap benda yang terdiri atas materi dan bentuk, yang terbatas ruang, dan bergerak didalam waktu adalah terbatas, meski benda tersebut adalah wujud dunia. Dan karena terbatas maka tak kekal. Hanya Allah-lah yang kekal.

Ruh dan Akal
Ruh adalah suatu wujud sederhana, dan zatnya terpancar dari Sang Pencipta. Ruh bersifat spiritual, ketuhanan, terpisah, dan berbeda dari tubuh, maka ruh memperoleh pengetahuan yang ada di bumi dan melihat hal yang dialami. Setelah terpisah dari tubuh ia menuju ke alam akal, kembali ke nur Sang Pencipta dan bertemu dengan-Nya.

Tiga bagian ruh adalah nalar, keberangan dan hasrat. Orang yang meninggalkan kesenangan-kesenangan jasmani, dan berusaha mencapai hakikat segala sesuatu adalah orang yang baik dan sangat sesuai dengan Sang Pencipta.

Al-Kindi membagi akal menjadi empat macam yaitu (1) Akal yang selalu bertindak. (2) Akal yang selalu potensial berada didalam ruh. (3) Akal yang telah berubah dalam ruh, dari daya menjadi aktual. (4) Akal yang kita sebut akal yang kedua. Yang dimaksudkan dengan “akal kedua” yaitu tingkat kedua aktualitas, diantara yang memiliki pengetahuan dengan yang mempraktekkannya.

Jalannya akal ini diterangkan kembali oleh Al-kindi dalam risalahnya “Filsafat Awal”. Ia berkata: ‘Bila genus-genus dan spesies menyatu dalam ruh, maka mereka menjadi terakali. Ruh menjadi benar-benar rasional setelah menyatu dengan spesies. Sebelum menyatu ruh berdaya. Maka, segala suatu yang maujud dalam bentuk daya tak dapat menjadi aktual, kecuali bila dibuat oleh sesuatu dari daya menjadi aktual. Genus-genus dan spesies itulah yang menjadikan ruh yang berupa daya rasional menjadi benar-benar aktual, maksud saya yang menyatu dengannya”.


Imam Ghazali

1. Riwayat Hidup.
Nama lengkap Imam Al-Ghazali adalah Abu Hamid Muhammad bin Muhammad bin At-Tusi Al-Ghazali. Lahir di desa Gazalah, di Tus, sebuah kota di Persia pada tahun 450 H atau 1058 M dari keluarga yang religius, Ayahnya, Muhammad, diluar kesibukannya sebagai seorang pemintal dan pedagang kain wol, selalu meluangkan waktunya untuk menghadiri majelis-majelis pengajian yang diselenggarakan ulama. Al-Ghazali mempunyai seorang saudara laki-laki yang bernama Abu Al-Futuh Ahmad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad At-Tusi Al-Ghazali yang dikenal dengan julukan majduddin (wafat pada tahun 520 H). Keduanya kemudian menjadi ulama besar, dengan kecenderungan yang berbeda. Majduddin lebih cenderung pada kegiatan da’wah dibanding Al-Ghazali yang menjadi penulis dan pemikir.


Pendidikan Al-Ghazali di masa kanak-kanak berlangsung di kampung asalnya. Setelah ayahnya wafat, ia dan saudaranya dididik oleh seorang sufi yang mendapat wasiat dari ayahnya untuk mengasuh mereka, yaitu Ahmad bin Muhammad Ar-Razikani At-Tusi, seorang ahli tasawuf dan fiqih dari Tus. Pada awalnya, sangsufi mendidik mereka secara langsung. Namun, setelah harta mereka habis, sementara sufi itu seorang yang miskin, mereka berdua akhirnya dimasukkan ke sebuah madrasah di Tus. Nama madrasah ini tidak pernah disebut oleh Al-Ghazali maupun penulis biografinya. Madrasah ini memberi para pelajarnya pakaian dan makanan secara cuma-cuma. Santunan dan fasilitas yang disediakan madrasah itu sempat menjadi tujuan Al-Ghazali dalam menuntut ilmu. Kemudian sufi itu menyadarkan Al-Ghazali bahwa tujuan menuntut ilmu bukanlah untuk mencari penghidupan, melainkan semata-mata untuk memperoleh keridhaan Allah SWT dan mencapai pengetahuan tentang Allah SWT secara benar. Di madrasah inilah Al-Ghazali mulai belajar fiqih.

Setelah mempelajari dasar-dasar fiqih di kampung halamannya, ia merantau ke Jurjan, sebuah kota di Persia yang terletak diantara kota Tabristan dan Nisabur. Di jurjan, ia memperluas wawasannya tentang fiqih dengan berguru kepada seorang faqih yang bernama Abu Al-Qasim Isma’il bin Mus’idah Al-Isma’ili (Imam Abu Nasr Al-Isma’ili). Setelah sempat pulang ke Tus, Al-Ghazali berangkat lagi ke Nisabur. Di sana ia belajar kepada Imam Abu Al-Ma’ali Al-Juwani dalam ilmu fiqih, ilmu debat, mantik, filsafat, dan ilmu kalam.

Selain itu, Al-Ghazali juga belajar tasawuf kepada dua orang sufi, yaitu Imam Yusuf An-Nassaj dan Imam Abu Ali Al-Fadl bin Muhammad bin Ali Al-Farmazi At-Tusi. Ia juga belajar hadits kepada banyak ulama hadits, seperti Abu Sahal Muhammad bin Ahmad Al-Hafsi Al-Marwazi, Abu Al-Fath Nasr bin Ali bin Ahmad Al-Hakimi At-Tusi, Abu Muhammad Abdullah bin Ahmad Al-Khuwari, Muhammad bin Yahya bin Muhammad As-Sujja’i Az-Zauzani, Al-Hafiz Abu Al-Fityan Umar bin Abi Al-Hasan Ar-Ru’asi Ad-Dahistani, dan Nasr bin Ibrahim Al-Maqsidi.

Setelah gurunya, Al-Juwaini, meninggal dunia, Al-Ghazali mengunjungi tempat kediaman seorang wazir (menteri) pada masa pemerintahan sultan Adud Ad-Daulah Alp Arsalan (lahir pada tahun 455 H atau 1063 M dan wafat pada tahun 465 H atau 1072 M) dan Jalal Ad-Daulah Malik Syah (lahir pada tahun 465 H atau 1072 M dan wafat pada tahun 485 H atau 1092 M) dari dinasti Salajikah di Al-Askar, sebuah kota di Persia. Kediaman wazir ini merupakan sebuah majelis pengajian, tempat ulama bertukar pikiran. Wazir tersebut kagum terhadap pandangan-pandangan Al-Ghazali sehingga ia diminta untuk mengajar di Madrasah Nizamiyyah Baghdad yang didirikan oleh wazir sendiri. Al-Ghazali mengajar di Baghdad pada tahun 484 H.

Empat tahun kemudian, ia meninggalkan Baghdad untuk menunaikan ibadah haji. Kepergiannya ini, konon dikarenakan Al-Ghazali telah mulai terserang penyakit syak (keraguan). Ia syak pada pengetahuan yang diperoleh melalui panca indera, karena panca indera terkadang berdusta. Ia juga syak terhadap pengetahuan yang diperoleh melalui pemikiran akal, karena dalam pemikiran itu akal mempergunakan pengetahuan yang diperoleh melalui panca indera sebagai bahan. Dan bahan itu disyaki kebenarannya. Penyakit syak di dalam hati ini menimbulkan penyakit jasmani dalam dirinya. Al-Ghazali tidak bisa berbicara lagi sebagaimana semula, karenanya ia tidak sanggup lagi memberikan kuliah-kuliah. Kemudian ia pergi ke Damaskus, lalu beri’tikaf di Masjid Umawi. Disini ia hidup sebagai seorang zahid yang mendalami suasana batin, meninggalkan kemewahan, dan menyucikan diri dari dosa.

Jalan sufi yang ditempuh Al-Ghazali diakhir masa hidupnya menghilangkan perasaan syak yang sebelumnya mengganggu jiwanya. Keyakinan yang dulu hilang, kini ia peroleh kembali. Tingkat ma’rifat yang terdapat dalam tasawuf, menurutnya, adalah jalan yang membawa kepada pengetahuan yang kebenarannya dapat diyakini. Setelah itu, ia kembali lagi ke Baghdad untuk meneruskan kegiatan mengajarnya. Selanjutnya, ia berangkat ke Nisabur dan ke kampung halamannya, Tus. Ia wafat di kampung halamannya pada tahun 505 H atau 1111 M.

2. Karya-karya Imam Al-Ghazali.
Imam Al-Ghazali berbeda dengan para sufi lainnya. Meskipun ia sufi, ia juga seorang filosof ulung, teolog, dan seorang ahli hukum terkemuka yang dimiliki umat Islam. Tak heran jika di dunia Islam ia diberi gelar Hujjatul Islam. Gelar tersebut pantas diberikan kepada Imam Al-Ghazali, karena ia banyak menuliskan kitab-kitab dari berbagai disiplin ilmu yang menjadi warisan umat Islam sampai akhir zaman. Karya-karyanya antara lain : 1. Tentang Akhlaq dan Tasawuf : Ihya ‘ulum Ad-Din, Minhajul ‘Abidin, Kimiya As-Sa’adah, Al-Munqiz min Ad-Dalal, Akhlaq Al-Abrar wa An-Najah min Al-Asyrar, Misykah Al-Anwar, Asrar ‘Ilm Ad-Din, Ad-Durar Al-Fakhriyah fi Kasyf Ulum Al-Akhirah, dan Al-Qurbah ila Allah Azza wa Jalla; 2. Tentang fiqih : Al-Basit, Al-Wasit, Al-Wajiz, Az-Zari’ah ila Makarim Asy-Syari’ah, dan At-Tibr Al-Masbuk fi Nasihah Al-Muluk; 3. Tentang Ushul Fiqih : Al-Mankhul min Ta’liqat Al-Ushul, Syifa Al-Ghalil fi Bayan Asy-Syabah wa Al-Mukhil wa Masalik At-Ta’lil, Tahzib Al-Ushul, dan Al-Mustafa min ‘Ilm Al-Ushul; 4. Tentang Filsafat : Maqasid Al-Falasifah, Tahafut Al-Falasifah, dan Mizan Al-Amal; 5. Tentang Ilmu Kalam : Al-Iqtisad fi Al-I’tiqad, Faisal At-Tafriqah bain Al-Islam wa Az-Zandaqah, dan Al-Qistas Al-Mustaqim; 6. Tentang Ilmu Al-Qur’an : Jawahir Al-Qur’an, dan Yaqut At-Ta’wil fi Tafsir At-Tanzil.

Abu Ayyub Al-Anshori

Di makamkan di bawah batu konstantinopel

Sahabat Nabi yang mulia ini bernama Khalid bin Zaid bin Kulaib, dari Bani Najjar. Julukannya adalah Abu Ayyub Al-Anshari.


Allah mengharumkan namanya di timur dan di barat dan mengangkat derajatnya diatas makhluk-makhluk Nya yang lain ketika Dia memilih rumah Abu Ayyub sebagai tempat menginap sementara bagi Nabi yang mulia Nabi Muhammad yang baru hijrah ke Madinah. Rasulullah tiba di Madinah tepat pada malam hari tanggal 12 Rabi’ul Awwal (menurut al-mas’udi).

Ketika Nabi tiba di Madinah dengan “dielu-elukan” oleh seluruh penduduk. Semua mata memandanginya dengan penuh kerinduan seolah memandang sang kekasih hati. mereka semua membuka pintu-pintu rumah, berharap Nabi yang mulia itu sudi menginap di tempat mereka.
Kemudian Beliau menunggangi ontanya keluar. Para pemimpin kota Yatsrib berusaha agar beliau mau berhenti, masing-masing ingin mendapat kehormatan dijadikan tempat menginap oleh Nabi. Mereka menghalang-halangi jalannya onta dan memohon “Tinggallah dirumah saya beserta seluruh perlengkapan Anda, wahai Rasulullah. Kami akan menjamin keamanan Anda”.
Rasulullah berkata “Biarkanlah onta ini berjalan sekehendaknya karena dia diperintah oleh Allah”.

Onta tersebut terus berjalan diikuti tatapan para penyambut. Bila dia melewati satu rumah, maka pemiliknya merasa pupus harapan untuk bisa menjadi tuan rumah bagi Rasulullah. Sebaliknya, pemilik-pemilik rumah berikutnya menanti dengan harap-harap cemas akankah rumah mereka dipilih oleh Nabi?.

Namun onta tersebut terus berjalan, dan pada akhrirnya sampailah ia disebuah tanah kosong tempat pengeringan kurma milik dua anak yatim dari Bani Najjar didepan rumah Abu Ayyub Al-Anshari, di situlah ia berhenti dan duduk. Tapi Rasulullah tidak segera turun, tak lama kemudian si onta bangkit dan berjalan kembali, Rasulullah melepaskan tali kendalinya. Belum jauh berjalan, dia berbalik dan duduk ditempat semula. Kemudian Rasulullah bersabda “Disinilah tempatnya, insya Allah”.

Tak terkirakan kebahagiaan Abu Ayyub. Dia segera mendekati Rasulullah dan menurunkan barang-barang bawaan Beliau.

Rasulullah ternyata tinggal di sebuah desa yang berjarak dua mil dari Madinah yaitu desa Quba’. Di sini beliau membangun sebuah masjid Quba’ yang disebuat Allah sebagai “Masjid yang di dirikan atas dasar taqwa sejak hari pertama”.

Rumah Abu Ayyub terdiri dari dua lantai. Dia bermaksud mengosongkan barang-barangnya di lantai atas agar bisa di tempati oleh Rasulullah. Namun Rasulullah memilih tinggal di lantai bawah sehingga Abu Ayyub menuruti saja kehendak beliau.

Abu bakar bin Abi Syaibah, Ibnu Ishaq dan Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan dari beberapa sanad dengan lafadz yang hampir bersamaan, bahwa Abu Ayyub berkata: ketika Rasulullah tinggal di rumahku, Beliau menempati bagian bawah rumahku, sementara aku dan Ummu Ayyub di bagian atas. Kemudian aku katakan kepadanya, “Wahai Nabi Allah, aku tidak suka dan merasa berat engkau berada di bawahku. Naiklah engkau keatas dan biarlah kami turun ke bawah”. Tetapi Nabi menjawab, “Wahai Abu Ayyub, biarkan kami tinggal di bagian bawah, agar orang yang bersama kami dan orang yang ingin berkunjung kepada kami tidak perlu bersusah payah”.

Ketika malam, Rasulullah beranjak keperaduannya, sementara Abu Ayyub dan istrinya naik ke lantai atas. Setelah menutup pintu, berkatalah Abu Ayyub “Istriku apa yang kita lakukan ini? Rasulullah berada di bawah dan kita di atasnya? Patutkah hal seperti ini? Kita berada diantara Nabi dan wahyu yang akan turun kepada beliau.

Semalaman kedua suami istri ini gelisah dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Mereka menyingkir dari tengah-tengah ruangan yang diperkirakan Rasulullah tidur di bawahnya. Bila hendak pergi ke sisi ruangan yang lain, mereka berjalan menempel dinding karena tak ingin berjalan di atas Rasulullah.

Pagi harinya Abu Ayyub berterus terang kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, demi Allah semalam suntuk saya tidak dapat memejamkan mata, demikian pula dengan Ummu Ayyub”. Nabi bertanya “Apakah sebabnya wahai Abu Ayyub?”.

“Saya teringat betapa saya berada diatas sedangkan Anda dibawah. Bila saya bergerak, maka debu-debu akan rontok dari atas dan menggangu anda. Di samping itu saya berada diantara wahyu dan anda”. Rasulullah menenangkan “Tenanglah wahai Abu Ayyub, sesungguhnya aku merasa lebih enak berada di bawah, karena nantinya akan banyak tamu berdatangan”.

Selanjutnya Abu Ayyub menceritakan: Demikianlah Rasulullah tinggal di bagian bawah sementara kami tinggal di bagian atas. Pada suatu malam yang dingin, kendi tempat air minum Abu Ayyub pecah dan airnya membasahi lantai maka segeralah ia dan ummu ayyub membersihkan air itu dengan selimut satu-satunya itu, agar air itu tidak menggangu beliau.
Keesokan harinya aku turun kepadanya seraya berkata “Demi ayah bundaku, wahai Rasulullah, benar-benar saya tidak bisa tinggal di atas anda”. Ku ceritakan soal kendi yang pecah itu. Beliau akhirnya menerima alasanku dan bersedia pindah keatas.

Pada kesempatan yang lain Abu Ayyub menceritakan: Kami biasa membuatkan makan malam untuk Nabi. Setelah siap makanan itu, kami kirimkan kepada beliau. Jika sisa makanan itu di kembalikan kepada kami, maka aku dan ummu ayyub berebut bekas tangan beliau dan kami makan bersama sisa makanan itu untuk mendapatkan berkat (tabarruk) beliau.

Pada suatu malam kami mengantarkan makan malam yang kami campuri dengan bawang merah dan bawang putih kepada beliau, tetapi ketika makanan itu di kembalikan oleh Rasulullah kepada kami, aku tidak melihat adanya bekas tangan yang menyentuhnya. Kemudian dengan rasa cemas aku datang menanyakan, “Wahai Rasulullah, engkau kembalikan makan malammu, tetapi aku tidak melihat adanya bekas tanganmu. Padahal setiap kali engkau mengembalikan sisa makananmu, aku dan ummu ayyub selalu berebut pada bekas tanganmu karena ingin mendapat berkat”. Nabi menjawab “Aku temui makanan itu bau bawang, padahal aku senantiasa bermunajat (kepada Allah). Tetapi untuk kalian makan sajalah”. Abu Ayyub berkata : Lalu kami memakannya. Setelah itu kami tidak pernah lagi menaruh bawang pada makanan beliau.

Nabi tinggal di rumah Abu Ayyub selama sekitar tujuh bulan, yaitu sampai masjid di atas tanah yang diduduki onta beliau selesai dibangun. Selanjutnya Beliau dan para istrinya tinggal di bilik-bilik di sebelah masjid. Beliau menjadi tetangga Abu Ayyub, tetangga yang menyebabkannya memperoleh kemuliaan dan keutamaan.

Abu Ayyub mencintai Rasulullah dengan cinta yang menyita segenap akal dan hatinya. Rasulullah mencintai Abu Ayyub dengan cinta yang menghapuskan dinding pemisah antara Abu Ayyub dan dirinya karena Rasulullah menganggap rumah Abu Ayyub seperti rumahnya sendiri.

Berkisah Ibnu Abbas:
Pada suatu siang yang terik, Abu Bakar keluar dari rumahnya menuju ke masjid. Umar melihat lalu menyapanya, “Wahai Abu Bakar, apa yang menyebabkan anda keluar rumah pada siang seterik ini?”. Jawab Abu Bakar, “Aku tidak akan keluar rumah kalau tidak di dorong oleh rasa lapar yang menggigit”. Umar menimpali. “Aku pun demi Allah tidak keluar kecuali karena sebab yang sama”.

Saat mereka berdua bercakap-cakap. Rasulullah datang seraya bertanya. “Apa yang menyebabkan kalian keluar rumah pada saat sepanas ini?”. Keduanya menjawab “Demi Allah, perut yang perih karena laparlah yang memaksa kami keluar”. Kata Nabi. “Demi jiwaku di tangan Nya, tidak ada pula yang mengeluarkan diriku dari rumah kecuali itu juga. Mari ikutlah aku”.

Mereka bertiga berjalan sampai di depan pintu rumah Abu Ayyub. Setiap hari memang Abu Ayyub biasa menyediakan makanan untuk Rasulullah. Bila pada waktu-waktu makan beliau tidak juga datang, baru Abu Ayyub memperbolehkan keluarganya memakannya.
Ummu Ayyub membuka pintu lalu mengucapkan salam. ‘Selamat datang wahai Nabi dan saudara-saudara”. Rasulullah bertanya, “Dimana Abu Ayyub?”. Saat itu Abu Ayyub sedang mengurus pohon kurmanya di samping rumah. Mendengar suara Nabi, dia segera menyongsong. “Selamat datang, Wahai Rasulullah dan saudara-saudara”. Lanjutnya, “Wahai Nabiyullah, bukan kebiasaan Anda datang pada waktu-waktu separti ini”. Nabi membenarkan. “Engkau benar”.
Abu Ayyub kemudian memotong setandan kurma yang berisi tamar, rutab, dan busr (rutab adalah kurma yang sudah masak, sedangkan busr adalah yang masih separuh masak). Rasulullah berkata, “Janganlah engkau memotong tandan yang begini. Sebaiknya ambillah tandan yang sudah sempurna”. Kata Abu Ayyub, “Wahai Rasulullah, saya ingin Anda makan tamar-nya, rutab-nya, dan busr-nya juga. Saya pun akan menyembelih kambing untuk Anda”. Pesan Rasulullah, “Janganlah engkau menyembelih kambing yang sudah mengeluarkan susu”. Abu Ayyub memilih seekor anak kambing yang berumur setahun. Setelah menyembelihnya, ia berkata kepada istrinya. “Buatlah adonan untuk roti, engkau lebih mengerti cara membuat roti. Untuk kambingnya, masaklah yang separuh dan bakarlah yang separuh lainnya”. Setelah masak, roti, kuah, dan kambing segera dihidangkan. Rasulullah mengambil sepotong daging dan menaruhnya di dalam roti seraya berkata, “Wahai Abu Ayyub, tolong antar roti dan daging ini ke rumah Fathimah. Dia juga sudah beberapa har ini tidak makan sesuatu”.

Setelah mereka semua kenyang, Nabi berkata. “Roti, daging, tamar, rutab, dan busr”. Kedua mata beliau berlinangan ketika melanjutkan, “Demi jiwaku di tanganNya, inilah yang disebut nikmat, yang akan kalian pertanggungjawabkan kelak pada hari kiamat. Bila kalian menghadapi hidangan seperti ini dan akan menyantapnya, bacalah basmalah dan bila sudah kenyang ucapkan Al-Hamdulillahilladzi huwa asba’anaa wa an’ama ‘alaina fa afdhala (Segala puji bagi Allah yang memberi kami makan sampai kenyang dan memberi karunia yang sebaik-baiknya)”.

Rasulullah lalu bangkit dan berpesan kapada Abu Ayyub. “Besok datanglah ke tempatku”. Sudah menjadi tabiat luhur Rasulullah bahwa tak seorang pun berbuat baik kepada beliau kecuali segera di balas dengan kebaikan yang lain. Abu Ayyub segera berkata “Saya akan datang besok ya Rasulullah”.

Keesokan harinya pergilah Abu Ayyub ke tempat Rasulullah. Beliau ternyata menghadiahinya seorang pembantu rumah tangga, seraya berpesan “Perlakukanlah anak ini dengan baik di rumahmu Abu Ayyub. Kami tidak pernah mendapati pada dirinya selain sesuatu yang baik selama di rumah ini”.

Abu Ayyub pulang bersama anak belia itu. Ummu Ayyub keheranan melihatnya, maka ia bertanya. “Untuk siapa anak ini, Abu Ayyub?”. Jawab Abu Ayyub “Untuk kita. Hadiah dari Rasulullah”. “Sebuah hadiah yang paling berharga”, komentar Ummu Ayyub. Abu Ayyub melanjutkan. “Beliau berpesan agar kita memperlakukan anak ini dengan sebaik-baiknya”.
Ummu Ayyub berpikir-pikir, “Kebaikan apa yang bisa kita lakukan terhadapnya untuk melaksanakan pesan Rasulullah itu”. Kedua suami istri itu terdiam untuk beberapa saat sampai akhirnya Abu Ayyub berkata, “Demi Allah aku tak mungkin melaksanakan pesan itu lebih baik dari memerdekakan anak ini”. “Engkau telah mendapatkan petunjuk kebenaran! Engkau mendapatkan taufik!”. Ummu Ayyub kegirangan. Anak kecil itu pun dimerdekakan oleh mereka.

Rangkaian kisah di atas adalah mengenai kehidupan Abu Ayyub dalam suasana damai. Bila anda sempat mengetahui sebagian hidupnya dalam peperangan, niscaya anda akan menjumpai hal-hal yang menakjubkan.

Sepanjang hidupnya Abu Ayyub adalah seorang mujahid yang aktif. Perang terakhir yang diikutinya adalah penaklukkan konstantinopel. Muawiyah saat itu mengirimkan pasukan yang di pimpin oleh putranya sendiri, Yazid.

Pada masa itu Abu Ayyub adalah seorang lanjut usia yang berumur 80-an, sehingga Abu Ayyub tidak dapat lama bertempur. Dia menderita sakit yang mengharuskannya istirahat. Yazid sebagai panglima menjenguk dan bertanya, “Adakah Anda memerlikan sesuatu, Abu Ayyub?”. Dia menjawab, “Sampaikanlah salamku kepada seluruh kaum muslimin….”.

Abu Ayyub juga berpesan agar pasukan terus maju ke daerah musuh dan membawanya bersama mereka. Bila nanti dia wafat di medan perang, hendaknya jenazahnya dibawa dan dimakamkan di bawah dinding konstantinopel.

Tak lama setelah itu, Abu Ayyub pun wafat. Pasukan muslimin melaksanakan amanat sahabat Rasulullah ini. Mereka terus bertempur dengan gagah berani. Ketika mencapai dinding batu konstantinopel mereka memakamkan jenazah Abu Ayyub dibawahnya.

Biografi Aa Gym

A. Keluarga Dan Masa Mudanya.
Bermula dari bandung, beliau lahir pada hari senin tanggal 29 Januari 1962, beliau adalah putera tertua dari empat bersaudara pasangan letnan kolonel (letkol) H. Engkus Kuswara dan Ny. Hj. Yeti Rohayati. Saudara kandung lainnya adalah: Abdurrahman Yuri, Agung Gunmartin, dan Fathimah Genstreed.


Aa Gym lahir dari keluarga yang dikenal religius dan disiplin, meskipun religius tetapi pendidikan agama yang ditanamkan oleh orang tuanya sebenarnya sama dengan keluarga lain pada umumnya, akan tetapi disiplin ketat namun demokratis telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari pola hidupnya sejak kecil, karena ayahnya adalah seorang perwira angkatan darat.

Sebgai putera seorang tentara, dia bahkan pernah diamanahkan menjadi komandan resimen mahasiswa (menwa) Akademi Teknik Jenderal Ahmad Yani, Bandung. “Disini kepanduan namanya, disiplin tidak selalu berbentuk militerisasi, kami disini menegakkan disiplin tanpa kekerasan dan kekasaran, tidak ada kekuatan tanpa disipin” ujar Aa seperti dikutip harian Kompas (22/06/2000). Dan ternyata kekuatan yang semacam inilah yang justru membuat dirinya dan dua orang adiknya memiliki rasa percaya diri, mampu hidup prihatin, pantang menyerah, da kental dengan rasa kesetiakawanan.

Dimata Aa Gym sosok sang adik (Agung Gunmartin) ternyata sangat berpengaruh. “Saya dapat pelajaran membuka mata hati saya dari adik laki-laki saya yang lumpuh seluruh tubuhnya dalam menghadapi maut” seperti yang dikutip harian Republika (07/05/2000). Dia tidak bisa melupakan saat-saat bersama adiknya yang mengalami kelumpuhan total. “Kalau kuliah saya menggendongnya” ungkapnya mengenang. Pernah suatu ketika Aa Gym menanyakan kepada sang adik “mengapa sudah tidak berdaya masih terus kuliah?” adiknya menjawab “kalau orang lain ibadahnya dengan berjuang, mudah-mudahan keinginan saya untuk terus kuliah bernilai ibadah”. Pelajaran lain yang diperoleh dari sang adik adalah dia tidak pernah mengeluh. Aa Gym masih ingat sewaktu adiknya berkata “Kalau orang lain punya bekal untuk pulang dengan berbuat sesuatu, saya ingin mengumpulkan bekal pulang dengan bersabar”.

Aa Gym mengaku bahwa guru pertamanya adalah adiknya sendiri yang biasa dipanggil A Agung. “Saya bersyukur memperoleh guru yang sosoknya seperti adik saya, guru saya adalah seorang yang lemah fisiknya. Saya diajari bahwa saya haru menghargai dan memperhatikan orang-orang yang lemah disekeliling saya”. Adik Aa Gym yang meninggal dipangkuannya inilah yang membuat perubahan-perubahan yang sangat berarti dalam diri Aa Gym selanjutnya.

Pada masa mudanya, selain menuntut ilmu dan aktif berorganisasi, Aa Gym juga memiliki kegemaran berdagang. Dialah yang memelopori pembuatan stiker-stiker barsablon yang menunjukkan kekuatan dan keindahan Islam, dia juga pernah berjualan minyak wangi. Seraya tertawa dia bercerita, pernah seharian suntuk ia membersihkan botol-botol minyak gosok PPO untuk diisi minyak wangi hasil racikannya. Seluruh hasil kerja Aa Gym akhirnya membuahkan hasil, dia kemudian dapat membeli 1 unit mobil angkutan kota (angkot) dan kadang-kadang dia yang menjadi supirnya. Jika ada acara wisuda, dia menjual baterai dan film, selain itu juga kadang-kadang dia mengamen dari satu rumah makan ke rumah makan lainnya. “Sebenarnya tujuan saya mengamen ini bukan untuk mencari uang, melainkan ingin berlatih dalam berhadapan dengan orang lain, tapi ya lumayan juga dapat uang” ujarnya.

B. Aa Gym Sebagai Kepala Keluarga
Abdullah Gymnastiar memang lebih populer dipanggil Aa Gym, karena sebagian besar jama’ahnya adalah para pemuda, Aa dalam bahasa sunda berarti kakak. Dari pernikahannya dengan Ninih Muthmainnah Muhsin (cucu dari KH. Moh Tasdiqin –pengasuh pondok pesantren Kalangsari, Cijulang, Ciamis Selatan-) Allah mengaruniakan enam orang anak yakni; Ghaida Tsuraya, Muhammad Ghazi Al-Ghifari, Ghina Raudhatul Jannah, Ghaitsa Zahira Shofa, Ghefira Nur Fathimah dan Ghaza Muhammad Al-Ghazali. Anak-anaknya tersebut dididik dengan penuh disiplin dan religius, tetapi tetap dalam suasana demokratis.

Dalam lingkungan keluarganya, Aa Gym tampaknya berusaha menciptakan suasana yang enak dan egaliter agar istri dan anak-anaknya dapat mengoreksi dirinya secara terbuka dan ikhlas. Seperti yang dituturkan oleh Aa Gym sendiri bahwa seminggu sekali biasanya dia mengumpulkan seluruh anggota keluarganya dan meminta mereka supaya menilai dirinya.

Rupanya bagi Aa Gym sendiri, kebiasaan positif semacam ini harus dipupuk agar dapat membuat dirinya tidak anti kritik. “Saya mencoba membuat diri saya terbuka dan dapat disoroti dari sudut manapun, dan saya juga membutuhkan kritik untuk memperbaiki diri saya” ungkapnya dalam salah satu wawancara.

Aa Gym kemudian berusaha melebarkan proses penilaian diri kepada kalangan santri, orang-orang yang ada di sekelilingnya dan para tetangga yang sehari-hari amat dekat dengannya. Mereka diminta agar terus-menerus mengoreksi dirinya agar supaya tetap berada di jalur yang benar dengan cara apapun. Aa Gym yakin bahwa semakin dirinya dapat dibuat terbuka dan dapat menerima kritikan orang lain tanpa kedongkolan atau kejengkelan, maka kemampuan dirinya akan semakin membaik dari hari ke hari.

Inilah barangkali akar-akar kultural yang memberikan pengaruh fundamental yang cukup signifikan dalam diri Aa Gym, sehingga ia bisa tampil menjadi sosok Kiai masa depan ummat yang bersifat terbuka dan moderat seperti sekarang ini.

C. Pendidikan Aa Gym
Latar belakang pendidikan formal Aa Gym, apalagi bila dikaitkan dengan posisi dirinya sekarang ini tampak cukup unik. Diawali dari SD (Sekolah Dasar) Sukarasa III Bandung, SMP (Sekolah Menengah Pertama) 12 Bandung, SMA (Sekolah Menegah Atas) 5 Bandung, kemudian dilanjutkan dengan kuliah selama satu tahun di Pendidikan Ahli Administrasi Perusahaan (PAAP) Unpad, terakhir di Akademi Teknik Jenderal Ahmad Yani (kini Universitas Ahmad Yani -Unjani-) hingga sarjana muda, waktu itu Aa Gym meraih gelar Bachelor of Electrical Engineering. Sebenarnya Aa Gym ingin meneruskan kuliahnya hingga S1, namun waktu itu ia sudah jarang kuliah dan dia tidak enak karena tidak mengikuti prosedur yang semestinya.

Dari prestasi akademik beliau juga masuk peringkat yng lumayan, misalnya waktu SD ia menjadi siswa berprestasi kedua dengan selisih hanya satu angka dari sang juara. Dan sewaktu kuliah pun nilai-nilai akademik Aa Gym tetap terjaga dengan baik sehingga beliau sempat terpilih untuk mewakili kampusnya dalam pemilihan mahasiswa teladan. Dengan kata lain, banyak prestasi yang diperoleh pada waktu remaja dan beranjak sebagai pemuda. Di rumah Aa Gym berjejer rapi piala dan penghargaan lain akibat prestasi Aa Gym tersebut.

Pada tahun 1990, Aa Gym telah diberi amanah oleh jama’ahnya untuk menjadi ketua Yayasan Darut Tauhid, Bandung. Dari sini terlihat bahwa secara formal Aa Gym sebenarnya tidak dibesarkan atau dididik di lingkungan pesantren yang ketat ( terutama pesantren dalam pengertian tradisional). Dalam kaitan ini Aa Gym mengakui ada hal-hal yag tidak biasa dalam perjalanan hidupnya. “Secara syari’at memang sulit diukur bagaimana saya bisa menjadi Aa yang seperti sekarang ini” ujarnya. “Akan tetapi, lanjutnya, saya merasakan sendiri bagaimana Allah seolah-olah telah mempersiapkan diri saya untuk menjadi pejuang di jalan-Nya”. Dengan hati-hati dan tawadhu ia menuturkan pencarian jati dirinya yang diwarnai beberapa peristiwa aneh yang mungkin hanya bisa disimak lewat pendekatan imani.

D. Peristiwa Yang Merubah Jalan Hidup Aa Gym
Bermula dari sebuah pengalaman langka, nyaris sekeluarga (Ibu, Adik dan Dirinya sendiri) pada suatu ketika dalam tidur mereka secara bergiliran bertemu dengan Rasulullah SAW……Sang Ibu bermimpi mendapati Rasulullah sedang mencari-cari seseorang………Pada malam yang lain giliran salah seorang adiknya bermimpi Rasulullah mendatangi rumah mereka. Ketika itu Ayahnya langsung menyuruh Gymnastiar, “Gym, ayolah temani Rasul”. Ketika ditemui ternyata Rasul menyuruh Gymnastiar untuk menyeru orang-orang agar mendirikan shalat. Beberapa malam setelah itu, Aa memimpikan hal yang sama. dalam mimpinya, dia sempat ikut shalat berjama’ah dengan Rasulullah dan keempat sahabat (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali) pada saat itu Aa Gym berdiri disamping Ali, sementara Rasulullah bertindak sebagai imam. Namun sebelum mimpi ini, terlebih dahulu ia bermimpi didatangi oleh seorang tua yang berjubah putih bersih dan kemudian mencuci mukanya dengan ekor bulu merak yang disaputi madu. Setelah itu, orang tua tersebut berkata, “Insya Allah kelak ia akan menjadi orang yang mulia”. Aa Gym mengaku sulit melupakan mimpi yang ini.

Setelah peristiwa mimpi itu, Aa Gym merasa mengalami guncangan batin, rasa takutnya akan perbuatan dosa membuat dia berperilaku aneh dimata orang lain, misalnya sering Aa Gym menangis ketika ada orang yang menyebut nama Allah, atau hatinya jengkel bila pagi tiba karena sedang asyik bertahajjud. Melihat tingkah lakunya ini, orang tuanya bahkan sempat menyarankan dirinya agar mengunjungi psikiater.

Salah satu pengalaman menarik yang diungkapkannya belakangan ini berkaitan dengan masa-masa menjalani pengalaman spiritual dulu adalah tentang kata “Allah” yang senantiasa tidak pernah lepas dari bibirnya. Kata Aa Gym pula, sang istri dulu tertarik pada dirinya lantaran dia sering mengucapkan “Bismillah” dan “Alhamdulillah”. Dengan kata lain, pada masa-masa itu Aa Gym telah mengalami mabuk kepayang kepada Allah SWT.

Menurut Aa Gym setelah melalui proses pencarian itu, dia bertemu dengan empat orang ulama yang sangat memahami keadaannya. Seorang ulma sepuh yang pertama kali ditemuinya itu mengatakan bahwa dia telah dikaruniai tanazzul oleh Allah, yakni proses secara langsung dibukakan hatinya untuk mengenal-Nya tanpa proses riyadhoh. Sementara KH. Khoer Affandi, seorang ulama tasawwuf terkenal dan juga pimpinan Pondok Pesantren Miftahul Huda, Tasikmalaya, yang ditemuinya berdasarkan saran ulama sepuh yang pertama kali ditemuinya tersebut mengatakan bahwa dirinya telah dikaruniai ma’rifatullah. Dua ulama lain juga mengatakan hal yang serupa dengan ulama tasawwuf diatas, keduanya adalah Ayah dan Kakek seorang wanita yang kini menjadi pendamping hidupnya. Keempat ulama ini bagi Aa Gym, jasanya jelas tidak dapat dilupakan karena telah memberi les kepadanya tanpa harus nyantri bertahun-tahun lamanya.

“Mungkin berkat ilmu tersebut, lidah dan pikiran saya dimudahkan oleh-Nya untuk menjelaskan sesuatu kepada masyarakat” ujarnya. Memang diakui oleh Aa Gym sendiri, hampir setiap hari dia dapat mengajar sekaligus belajar kepada banyak orang. Dia lebih sering menimba ilmu dari lingkungan sekitarnya, terutama kepada orang-orang yang dijumpainya. Dengan cara seperti itulah materi-materi yang disampaikan oleh Aa Gym bisa sesuai dengan kehidupan dan perkembangan masyarakat pada saat itu.

E. Karya-karya Aa Gym
Diantara tulisan lepas beliau adalah : Getaran Allah di Padang Arafah, Indahnya Hidup Bersama Rasulullah, Nilai hakiki Do’a, Seni Menata Hati Dalam Bergaul, Membangun Kredibilitas : Kiat Praktis, Menjadi Orang Terpercaya, Seni Mengkritik dan Menerima Kritik, Mengatasi Minder, Ma’rifatullah, Lima Kiat Praktis Menghadapi Persoalan Hidup, Bersikap Ramah Itu Indah dan Mulia, Menuju Keluarga Sakinah, dll.

Konsep Pendidikan Abdullah Ahmad

Riwayat hidup Abdullah Ahmad
Abdullah Ahmad lahir di Padang Panjang pada tahun 1878. Ayahnya bernama H.Ahmad, seorang ulama Minangkabau dan juga sebagai saudagar kain bugis.

Pendidikan Abdullah dimulai dengan mempelajari agama Islam kepada orang tuanya dan beberapa orang guru yang ada di daerahnya. Setelah baligh, ia dimasukkan ke sekolah kelas 2 (sekolah yang diperuntukkan bagi kaum pribumi) di Padang Panjang.

Pada usia 17 tahun (1895), ia berangkat untuk ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji lalu melanjutkan pelajaran agama pada Syaikh Ahmad Khatib, seorang ulama Minangkabau yang bermukim di Makkah. Selama empat tahun belajar di Makkah, Abdullah Ahmad terus mengikuti perkembangan gerakan Wahabiyah yang di gencarkan pada waktu itu. Gerakan ini dilakukan untuk menghapus praktek bid’ah, khurafat dan tahkayul juga masalah taqlid.

Pada tahun 1899 Abdullah Ahmad kembali ke Minangkabau dan mulai mengajar di Surau Jembatan Besi Padang Panjang. Didaerahnya ini ia menggunakan cara mengajar tradisional, yaitu dengan sistim halaqoh.

Pada tahap selanjutnya Abdullah Ahmad mengubah sistim pengajaran tradisionalnya dengan sistim sekolah agama (madrasah) yang diberi nama Adabiyah School. Proses belajar mengajar dengan menggunakan sistim klasikal ini menggunakan sarana yang biasa terdapat pada sekolah yang dilaksanakan pemerintahan Belanda, seperti meja, bangku dan papan tulis. Keadaan ini mendapat tantangan keras dari kalangan ulama tradisional, karena dianggap meniru cara-cara yang digunakan orang kafir. Karena tantangan ini begitu kuat, maka Abdullah memutuskan untuk pindah ke Padang pada tahun 1906 dan disana ia menjadi guru di Masjid Raya Ganting, menggantikan pamannya Syaikh Abdul Halim yang meninggal dunia.
Konsep Pendidikan Abdullah Ahmad
Konsep atau ide-ide yang dikemukakan Abdullah Ahmad paling kurang meliputi tiga aspek yang fundamental, yaitu aspek kelembagaan, aspek metode, dan aspek kurikulum. Ketiga aspek ini dapat dikemukakan sebagai berikut :

1. Aspek kelembagaan
Salah satu ide pembaharuan pendidikan yang dibawa oleh Abdullah Ahmad adalah bidang kelembagaan atau institusi pendidikan. Sebagaimana telah dijelaskan diatas bahwa Abdullah mendirikan Sekolah Adabiyah. Untuk mendirikan sekolah ini ia menghubungi beberapa orang yang memiliki pendidikan guru dan juga menghubungi dari kalangan ulama.

Untuk mendukung kegiatan lembaga ini, Abdullah merekrut para pegawai yang berjiwa kebangsaan, yaitu mereka yang memiliki legalitas terhadap pemerintah Belanda dengan tujuan untuk menghilangkan kecurigaan pemerintah Belanda.

Pada tahun 1915 corak pendidikan Adabiyah diubah menjadi Holands Maleische School (HMS) atau Hollands Inlandsch School (HIS), yaitu tingkat pendidikan setaraf dengan Sekolah Dasar (SD) seperti yang ada sekarang. Di Adabiyah School diajarkan pelajaran agama dan Al-Qur’an sebagai mata pelajaran wajib, juga diajarkan pengetahuan umum.

Dengan adanya perubahan tersebut, Adabiyah School mendapatkan subsidi dari pemerintah kolonial, yaitu berupa dana dan tenaga guru.

Pada perkembangan selanjutnya, jenjang pendidikan sekolah ini bertambah dengan berdirinya Taman Kanak-kanak (TK), SD, SMP, dan SMA bahkan ada pula Sekolah Tinggi Administrasi Islam (STAI) serta laboratorium komputer.

Kemodernan Lembaga pendidikan Adabiyah ditandai oleh adanya sikap keterbukaan kepada para siswa yang berasal dari berbagai golongan untuk belajar di Adabiyah ini tapi dengan syarat beragama Islam dan dipilihnya guru-guru yang berbobot, setara dengan guru yang mengajar di sekolah Belanda.

2. Aspek Metode Pengajaran
Metode debating club adalah metode yang diterapkan oleh Abdullah Ahmad atau yang dikenal dengan nama metode diskusi merupakan metode yang memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada murid untuk bertanya dan berdialog secara terbuka tentang berbagai hal. Hal ini dilakukan sebagai upaya mengubah cara lama yang menempatkan para siswa secara pasif dan kurang diberikan kebebasan, sementara waktu dipergunakan lebih banyak oleh guru.

Selain itu, Abdullah Ahmad mengajukan metode pemberian hadiah dan hukuman sebagaimana yang berkembang saat ini. Menurutnya, bahwa pujian perlu diberikan guru bila anak didiknya memiliki akhlak yang mulia dan jika perlu diberikan hadiah. Bersamaan dengan itu, hukuman juga perlu diberikan jika anak didik bersikap sebaliknya. Namun hukuman ini tidak perlu diberikan secara kasar, karena hukuman semacam ini dapat menghilangkan keberanian yang ada pada diri anak.

Metode lainnya yang perlu diterapkan menurut Abdullah adalah metode bermain dan rekreasi. Menurutnya bahwa anak-anak perlu diberi waktu untuk bermain dan bersenang-senang serta beristirahat dalam proses belajar mengajar yang sedang berlangsung. Karena jika tidak ada waktu beristirahat, dapat merusak prilaku anak yang semula baik, karena bosan dengan kegiatan yang banyak menguras daya pikirnya. Akibat lainnya, hatinya akan mati, pemahamannya terhadap bahan pelajaran yang diberikan akan tumpul serta cahaya akalnya akan padam.

3. Aspek Kurikulum
Rencana pelajaran yang dalam bahasa sekarang disebut kurikulum dijadikan sebagai kerangka kerja sistematis dalam suatu kegiatan pengajaran modern.

Pada lembaga pendidikan tradisional kurikulum tidak disusun secara tersendiri, melainkan dengan cara mengajarkan kitab-kitab yang diajarkan oleh kyai kepada para santrinya.
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumya, bahwa sekolah Adabiyah bercorak agama dengan sistim modern. Dari kurikulum yang diterapkan oleh Abdullah adalah konsep kurikulum pendidikan Integrated (Integrated Curriculum of Education), yaitu terpadunya antara pengetahuan umum dengan pengetahuan agama serta bahasa dalam program pendidikan.